JATIMPOS.CO/TUBAN – Tak ada hentinya pemerintah membuat masyarakatnya Deg-deg Plas”. Setelah naiknya iuran BPJS Kesehatan, kali ini masyarakat petani akan kembali “digoyang”.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi yang diterbitkan pada 2 januari 2020 kemarin, tentu akan berdampak sistemik hingga ke bawah.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tuban menyebutkan bahwa alokasi pupuk bersubsidi di 2020 dipangkas 50 persen dari penerimaan alokasi tahun sebelumnya.
“Ini dampak dari penurunan alokasi pupuk bersubsidi di Jawa Timur," terang Kepala Bidang DPKP, Darmadin Noor.
Baca Juga : Terdistribusi 70 Persen, Kartu Tani Belum Menjadi Solusi Petani di Tuban
Darmadin menegaskan jumlah alokasi pupuk bersubsidi lebih sedikit dibanding tahun lalu. Maka pihaknya akan lebih fokus pengoptimalan pupuk bersubsidi di triwulan pertama untuk mengejar target produksi.
Secara normatif, Darmadin menyebutkan, Dinas pertanian Tuban telah berkoordinasi dengan pihak dinas provinsi dan pusat agar mempertimbangkan kebutuhan pupuk bersubsidi. Prosentasi pupuk bersubsidi yang dialokasikan ke Tuban sebanyak 30 - 35 Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Komunikasi intensif dengan pihak-pihak terkait terus kita lakukan,” kata Darmadin
Salah satu petani bernama Tarwi mendengar informasi ini semakin meyakinkan bahwa wong tani hanya menjadi “komoditi empuk” bagi para pemangku kebijakan dan para pembisnis di pertanian. Ia menceritakan, pada musim tanam padi kemarin ia harus membeli pupuk dengan susah payah dan antri. Harganya pun juga mencapai Rp 160.000/zak untuk pupuk phonska.
“Ada pula yang menjual dengan cara paketan, tentu ini memberatkan petani. Sekarang malah dikurangi jatah subsidinya,” ungkap Tarwi dengan nada kecewa dan tidak mau disebutkan alamatnya yang hanya bekerja sebagai petani.
Diketahui penerimaan alokasi pupuk subsidi di 2020 sebanyak 63.759 ton. Rinciannya 28.112 ton Urea, 4.551 ton SP36, 21.450 ton NPK, 3.085 ton ZA dan 6.561 ton Organik.
Sedangkan, di 2019 sebanyak 132.363 ton dengan rincian 54.110 ton Urea, 9.834 ton SP36, 28.942 ton NPK, 7.886 ton ZA, 31.591 ton Organik.
Sementara, terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsdi, dalam Permentan No 01 Tahun 2020 ini disebutkan pupuk Urea seharga Rp 1.800, SP-36 seharga Rp 2.000, ZA seharga Rp 1.400 dan NPK seharga Rp 2.300. Sementara pupuk NPK Formula Khusus HET seharga Rp 3.000 dan pupuk organik seharga Rp 500.
Telisik JatimPos, melihat keadaan seperti ini, Kabupaten Tuban yang memiliki lahan seluas 162 ribu hektar terdiri 56 ribu hektar sawah dan 105 ribu hektar kawasan pertanian bukan sawah. Dari luasan itu semuanya membutuhkan support pupuk.
Disisi lain Bupati Fathul Huda sedang bergairah dan membanggakan hasil pertaniannya, setelah Kabupaten Tuban dinobatkan oleh menteri pertanian sebagai daerah penghasil jagung tertinggi tingkat nasional. Selain itu juga menjadi daerah pengembangan industry benih jagung.
Analisa sederhananya, dengan luas lahan tersebut patut diragukan alokasi pupuk bersubsidi tersebut mampu menjawab kebutuhan petani. Kemudian masyarakat petani hutan yang sejatinya tidak terhitung mendapat pupuk bersubsidi juga mengintai pupuk ini. Sehingga hal ini tentu menjadi celah bagi para “pemain” pupuk untuk mengorganisir kebutuhan pupuk petani. (min)