JATIMPOS.CO/SURABAYA- Lontar primbon Suku Tengger hingga saat ini masih digunakan suku Tengger yang ada di Jawa Timur. Apa dan bagaimana lontar primbon itu? Museum Mpu Tantular  melakukan kajian Filologi ‘Lontar Primbon Suku Tengger’ Koleksi Museum Negeri Mpu Tantular pada hari Rabu sampai Jum’at (5-7 Juli 2023).

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Provinsi Jatim DR Hudiyono MSi menyatakan pentingnya kegiatan ini untuk mengetahui lontar primbon suku Tengger. “Diharapkan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kehidupan masyarakat,” ujarnya saat memberikan sambutan via zoom, Kamis (6/7/2023).

Kepala UPT. Museum Negeri Mpu Tantular, Sudjoko, S.H., M.M melaporkan, pada kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber kompeten. Yakni Dr. Abimardha Kurniawan, Filolog Unair (selaku Ketua Tim Kajian), Irawan Djoko Nugroho, Filolog dari Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (Sekretaris Tim Kajian) dan Romo Eko Warnoto, Ketua Paruman Dukun Pandita Tengger (Anggota)

“Agenda selanjutnya, adalah hasil Kajian Koleksi Lontar Primbon Suku Tengger akan berkolaborasi dengan dua hasil Kajian Koleksi lainnya yang ditindaklanjuti dengan adanya pelaksanaan Seminar sebagai final dari Kegiatan Kajian Koleksi,” ujarnya.

Dari kiri : Romo Eko Warnoto, Dr. Abimardha Kurniawan, Sudjoko, S.H., M.M (Ka UPT Museum Mpu Tantular), Irawan Djoko Nugroh pada kegiatan Kajian Filologika ‘Lontar Primbon Suku Tengger’ Koleksi Museum Negeri Mpu Tantular.

----------------------------------------

Kajian Koleksi
Ada 13 (tiga belas) Lontar Primbon Suku Tengger yang menjadi koleksi Museum Negeri Mpu Tantular. Ke 13 lontar tersebut isinya beragam, antara lain tentang penyebutan waktu dalam penanggalan kuno Jawa.

Juga metode suwuk bayi, ragam sesaji dan mantera untuk memohon keselamatan kepada Sang Penguasa Alam, penyebutan dewa-dewi penguasa wilayah di sekitar Tengger sesuai arah mata angin.

Serta penyebutan penguasa jagat, surga, dan neraka. Berdasarkan manggala dan kolofon dalam teks naskah terdapat penyebutan angka tahun penulisan, yaitu diawali pada 1864 Masehi hingga 1896 Masehi oleh Kepala Adat Suku Tengger.

Romo Eko Warnoto, Ketua Paruman Dukun Pandita Tengger menyatakan, lontar ini masih dipakai oleh masyarakat tengger sampai hari ini dan masih eksis di Tengger menjalankan apa yang tersirat di lontar ini. “Di tengger masih ada 3 lontar, yang pertama purwaning bumi kamulya, yang kedua mandara giri kamunan, dan yang ketiga Tantu Panggelaran,” ujarnya.

“Mudah mudahan dengan adanya lontar lontar ini tengger juga bisa tetap melestarikan budaya budaya sesuai yang ada di dalam lontar ini. Saya berharap acara ini terus berlanjut karna penting juga untuk tradisi budaya nusantara dan khususnya tengger,” tambahnya.

Sementara itu Dr. Abimardha Kurniawan, Filolog, dosen FIB Unair menyatakan sampai sekarang lontar lontar itu masih bisa dimanfaatkan oleh suku Tengger, selama ini kan mungkin ada jarak karna keterbatasan untuk membaca aksara lontar lontar ini, juga lontarnya juga sudah rusak sehingga akhirnya masyarakat agak berjarak dengan warisan warisan budaya mereka itu.

“Nah ini kita ingin mengenalkan lagi kepada masyarakan karna menurut saya warisan budaya itu tidak pernah dari kita dan masih ada di sekitar kita, cuma karna memori kita tidak bisa menjangkau, jadi akhirnya ada jarak dan mungkin itu terlupakan, terabaikan. Jadi dalam kegiatan ini kita menggali kembali apa yang ada didalam warisan warisan naskah, benda benda tertulis lainya yang bisa kita manfaatkan, dan mungkin bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat,” ujarnya.

Kajian ini bagi Filolog Irawan Djoko Nugroho dari Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti, sangat penting dan perlu diintensifkan. “Saya mengharapkan kegiatan ini sering dilakukan karena masih banyak naskah naskah kita, perlu dikaji secara filologis yang belum terbaca dan belum bisa diketahui oleh masyarakat umum. Jadi kalau mereka bisa mengangkat, bisa mempopulerkan kembali itu akan menjadi bagus untuk negara kita dan generasi muda,” ujarnya. (zen)