JATIMPOS.CO/KABUPATEN BLITAR – Wartawan yang tergabung dalam Komunitas Jurnalis Blitar (KJB), terdiri dari media online dan media cetak mingguan yang sudah terverifikasi dewan Pers melakukan hearing atau dengar pendapat bersama dari Komisi III DPRD Kabupaten Blitar dan Dinas Kominfo setempat pada Kamis (23/7/2020).
Dalam hearing tersebut, KJB menyampaikan persoalan dan menanyakan tentang adanya dugaan diskriminasi lingkup Dinas Kominfo terkait penganggaran publikasi yang dikelolanya yang membuat kecewa lembaga media.
Pihak KJB mengaku sebelumnya telah berkirim surat kepada Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, dengan surat nomor 003/PJB/VI 2020 tertanggal 24 Juni 2020.
Dalam surat tersebut mempertanyakan tiga hal yang kemudian dibahas dalam hearing tersebut. Tiga poin tersebut, yakni:
1. Tentang dana publikasi yang dikelola Kominfo dengan media di Kabupaten Blitar.
2. Klasifikasi media yang bisa menyerap anggaran dalam jumlah ratusan juta rupiah.
3. Permintaan hearing KJB sebagai bentuk implementasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Blitar, Eko Susanto menanggapi tiga hal tersebut mengatakan, terkait anggaran publikasi dari tahun 2018 yang saat itu dikelola masing -masing OPD, dengan besaran anggaran sekitar 7 hingga 8 miliar.
Kemudian tahun anggaran 2019 dikelola oleh dua OPD yakni Bagian Humas Protokol dan Dinas Kominfo sebesar 2,9 miliar.
Selanjutnya, tahun 2020 anggaran publikasi turun menjadi 1,6 miliar yang dikelola oleh Dinas Kominfo saja.
“Masih ada anggaran publikasi di Humas sekitar 600 juta namun belum bisa di take over ke kita. Di PAK nanti apakah bisa kita ambil alih atau tidak, kita belum tau”, terang Eko.
Menambahkan dari awal mula peliknya persoalan ini adalah minimnya anggaran yang dikelola Dinas Kominfo dan juga kurangnya/keterbatasan SDM yang dimiliki Kominfo untuk bisa bekerjasama dengan media yang jumlahnya begitu banyak.
Kesempatan yang sama pimpinan dengar pendapat, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Sugianto mengatakan, semua media yang sudah berbadan hukum negara resmi dan jelas harusnya punya hak sama. Begitu halnya dengan kerjasama atau bermitra dengan eksekutif maupun legislatif.
“Semua media yang sudah berbadan hukum, saya rasa punya hak yang sama, baik itu dalam hal pemberitaan maupun kerjasama dengan mitra mereka, selama semua itu sesuai dengan prosedur dan aturan yang benar,” tandasnya.
Kembali melanjutkan, proses kerjasama publikasi memang merupakan hak dari OPD dalam hal ini Kominfo, mau kerjasama dengan siapa. Namun perlu diingat kalau itu di bawah nilai 200 juta. Adapun usulan dari teman-teman media juga ada benarnya, bahwa kerjasama di atas nilai itu juga seharusnya dilelangkan jadi lebih transparan dan kompetitif,” lanjut Sugik.
“Tapi semua itu punya pedoman yang dijadikan acuan, mohon ada solusi terbaik untuk menyikapi persoalan ini. Selanjutnya Dinas Kominfo dan para media bisa menjadi mitra yang baik dan saling sinergi,” terang Sugik.
Disinggung masalah acuan yang menjadi dasar dalam menentukan kemitraan dengan media, pihak Kominfo mengaku belum dilengkapi perangkat lunaknya seperti peraturan Bupati, yang bisa dijadikan landasan pelaksanaan aturan yang memayungi penjabaran anggaran kemitraan sebagai apresiasi dengan media.
Sementara itu Sekertaris Komisi III, Panoto mengatakan, untuk memecahkan persoalan ini, pihaknya berharap tidak ada lagi hearing lanjutan, cukup sekali ini. “Tidak perlu ada hearing lagi, cukup sekali ini saja. Saya mohon secepatnya ada pembicaraan lagi oleh Kominfo dan teman-teman media sambil ngopi bersama”, pungkas Panoto.
Sementara, Santo koordinator KJB merasa cukup puas dengan hearing ini mengatakan, semoga dipembicaraan lanjutan nanti ada solusi dan rekan media yang belum mendapatkan haknya bisa terealisasi. "Jika tidak ada jalan keluar maka kami mungkin akan ajukan hearing lagi," tegasnya. (san)