JATIMPOS.CO/JOMBANG - Ditengah merebaknya wabah virus korona (Covid-19) saat ini yang jumlah pasien positif relatif masih tinggi, maka begitu sangat pentingnya kejujuran setiap pasien yang berobat ke Rumah Sakit maupun Pusat Kesehatan Masyarakat atau Dokter Praktik Swasta.


Ketua Komite Etik dan Hukum RSUD Jombang, Dr. Hardini Indarwati, SH, MH.Kes kepada JATIMPOS menjelaskan, Untuk diketahui bahwa dalam penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit sangat berpotensi terpapar Covid-19, untuk itu kejujuran sangat penting untuk Skrining dalam menentukan diagnosa pasien termasuk Covid-19, dicurigai Covid-19 atau bukan Covid. Sehingga, penempatan pasien rawat inap jelas harus dirawat di ruang isolasi atau dirawat bersama pasien-pasien lainnya sesuai penyakit pasien.

Untuk diketahui, bahwa hubungan pasien dan dokter termasuk dalam hukum perjanjian (kontrak terapeutik). Pasien datang ke rumah sakit berarti pasien telah sepakat menerima apa yang ditawarkan RS yaitu pelayanan kesehatan. Pasien dan Dokter (Tenaga Kesehatan) merupakan subyek hukum yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang tidak boleh dilanggar.

Disaat pandemi corona seperti saat ini, kita bersama melawan corona dengan melakukan PSBB, Cuci Tangan setelah melakukan atau mau melakukan kegiatan, jaga jarak dan cegah penularan.

Skrining pasien di RSUD Jombang sudah dilakukan sejak mulai pendaftaran dilanjut oleh Nakes yang ada di Poli maupun IGD, kemudian dikembangkan lagi di ruang rawat inap. Hal ini dimaksudkan untuk identifikasi pasien, gejala yang diderita pasien mengarah pada suspek covid atau tidak.

Kesalahan klasifikasi pasien bisa berpotensi menyebabkan penularan penyakit ke pasien lainnya, tenaga kesehatan di rumah sakit, masyarakay sekitar dan berbahaya bagi pasien itu sendiri maupun keluarganya.

Ketika dilakukan skrining itulah pasien diwajibkan jujur dalam menjawab semua pertanyaan petugas sebagaimana amanah Hukum Kesehatan di atas.

Penerapan hukum terhadap pasien yang berbohong tentang informasi kesehatannya, sehingga menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19, bisa dikenal Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaa penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000.

Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000.

Dalam kesempatan tersebut, dr Hardini berpesan "Marilah kita bersama-sama melawan corona dengan cara : pakai masker, cuci tangan, jaga jarak dan jujur dalam menyampaikan informasi terkait masalah kesehatannya," pungkas dr Hardini. (her)