JATIMPOS.CO/SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan nota keuangan atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 di rapat paripurna DPRD Jatim, Rabu (10/9/2025).

Dalam paparanya, Khofifah menekankan kebijakan pendapatan daerah yang difokuskan pada peningkatan kualitas layanan, sinergi antarlembaga, dan optimalisasi aset untuk mencapai target pendapatan sebesar Rp 28,26 triliun.

“Memperhatikan perkembangan ekonomi global dan nasional serta asumsi makro tahun 2026, bersama ini Saya sampaikan Kerangka Kebijakan yang terstruktur dalam Kebijakan Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah, sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Umum APBD TA 2026,” ujar Khofifah di hadapan dewan.

Menurutnya, kebijakan pendapatan daerah diarahkan untuk memenuhi target melalui sembilan langkah strategis. 

“Pertama, Peningkatan kualitas layanan administrasi dalam mendukung instensifikasi seluruh sumber pendapatan yang menjadi kewenangan pengelolaan Provinsi, termasuk Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB),” jelas Khofifah.

“Kedua, Pelaksanaan sinergi pemungutan Pajak dan Opsen Pajak Daerah (PKB dan BBNKB) antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se – Jawa Timur berupa Cost Sharing dan Role Sharing dalam rangka mendukung pemungutan dan optimalisasi penerimaan Pajak Daerah dan Opsen Pajak,” imbuhnya.

Ketiga, peningkatan pembayaran pajak digital via marketplace dan e-channel, termasuk pengembangan database objek pajak serta penyediaan sarana non-tunai seperti mesin EDC, ATM SAMSAT, dan QRIS di Kantor Bersama Samsat. 

Keempat, penyusunan kebijakan stimulus untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kelima, sinergi pemungutan retribusi dengan perangkat daerah terkait.

Keenam, dukungan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk kontribusi signifikan terhadap pendapatan. Ketujuh, optimalisasi lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, seperti kerjasama dengan instansi terkait untuk pemanfaatan jasa teknologi informasi, perbankan, dan retribusi parkir berlangganan dengan kabupaten/kota. Kedelapan, pemanfaatan aset idle sesuai peraturan. 

“Kesembilan, Proyeksi Penerimaan dari Pendapatan Transfer yang bersumber dari Dana Transfer Umum-Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Transfer Umum-Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditentukan penggunaannya dan Dana Transfer Khusus-Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik,” papar Khofifah.

Berdasarkan rincian, estimasi pendapatan daerah APBD 2026 dianggarkan sebesar Rp 28,26 triliun, terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp 17,24 triliun, yang meliputi:

  a. Pajak Daerah: Rp 13,145 triliun

  b. Retribusi Daerah: Rp 2,913 triliun

  c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan: Rp 480 miliar

  d. Lain-lain PAD yang Sah: Rp 701 miliar

2. Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat: Rp 10,99 triliun, yang terdiri dari:

  a. Insentif Fiskal: Rp 25,5 miliar

  b. Dana Bagi Hasil (DBH): Rp 2,93 triliun, dengan rincian:

    - DBH Pajak: Rp 2,22 triliun, yang terdiri dari:D

  • DBH Pajak Bumi dan Bangunan: Rp 231 miliar
  • DBH PPh Pasal 21: Rp 922 miliar
  • DBH PPh Pasal 25 dan Pasal 29/WPOPDN: Rp 112 miliar
  • DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT): Rp 954 miliar

    - DBH Sumber Daya Alam (SDA): Rp 711 miliar, yang terdiri dari:

  • SDA Minyak Bumi: Rp 602 miliar
  • SDA Gas Bumi: Rp 57 miliar
  • SDA Pengusahaan Panas Bumi: Rp 290 juta
  • SDA Mineral dan Batubara-Landrent: Rp 453 juta
  • SDA Mineral dan Batubara-Royalty: Rp 47 miliar
  • SDA Kehutanan-Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH): Rp 2,5 miliar
  • SDA Kehutanan-Dana Reboisasi (DR): Rp 649 juta

  c. Dana Alokasi Umum (DAU) yang Tidak Ditentukan Penggunaannya: Rp 3,87 triliun

  d. Dana Alokasi Khusus (DAK): Rp 4,16 triliun, termasuk:

    - DAK Fisik: Rp 250 miliar

    - DAK Non-Fisik: Rp 3,91 triliun

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah: Rp 28 miliar, berasal dari hibah PT Jasa Raharja (Persero). (zen)