JATIMPOS.CO/BANYUWANGI – Ketidaktertiban armada pengangkut material dari pertambangan galian C yang sering mengabaikan aturan Over Dimension Over Load (ODOL) kembali memicu kecelakaan.
Kali ini, seorang penjual siomay keliling, Carmat (50), mengalami kecelakaan tunggal di jalan Desa Pengatigan, Kecamatan Rogojampi, tepatnya di sekitar Dusun Cangkring dan Dusun Blumbang, Senin (02/12/2024).
Kecelakaan terjadi akibat ceceran pasir yang berserakan di sepanjang jalan. Carmat, warga Desa Bangunsari, terpeleset dari motornya, menyebabkan kuah panas dari rombong jualannya tumpah dan mengenai sekujur tubuhnya, hingga mengakibatkan luka bakar serius.
Menurut istri korban, kecelakaan terjadi saat suaminya dalam perjalanan pulang usai berjualan.
“Suami saya biasa melintas jalan raya Desa Pengatigan arah Songgon. Di sekitar Dusun Cangkring dan Blumbang, banyak kendaraan pengangkut pasir dari pertambangan yang membawa muatan berlebih. Pasir itu berserakan di sepanjang jalan,” ungkapnya kepada media, Rabu (04/12/2024).
Ia menambahkan, suaminya terpeleset saat melintasi kerikil dan pasir yang berserakan di tengah jalan.
“Motor suami saya tergelincir, lalu dia terjatuh. Naasnya, kuah panas dari rombong jualannya tumpah mengenai tubuhnya, sehingga menyebabkan luka bakar serius,” jelasnya.
Korban langsung dilarikan ke RSUD Blambangan Banyuwangi setelah sebelumnya mendapatkan pertolongan pertama di PKU Muhammadiyah Rogojampi.
Hasil penelusuran menunjukkan memang banyak ceceran pasir dan kerikil di sekitar lokasi kejadian. Diduga, material tersebut berasal dari kendaraan pengangkut pasir galian C yang beroperasi di area persawahan Desa Pengatigan.
Tidak hanya di lokasi tersebut, pertambangan galian C di Kabupaten Banyuwangi dilaporkan semakin menjamur. Berdasarkan data yang dihimpun, ada belasan titik galian C di lima kecamatan, yakni Songgon, Singojuruh, Rogojampi, Blimbingsari, dan Srono.
Ketidaktertiban armada pengangkut material tidak hanya menyebabkan kecelakaan lalu lintas, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan. Dampak tersebut meliputi kerusakan jalan akibat lubang yang mengancam keselamatan pengguna jalan, polusi udara, dan potensi kerusakan ekologi di sekitar area tambang.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang siapa yang bertanggung jawab atas dampak negatif tersebut. "Lalu, di mana peran Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menindak pelanggaran ini?" ungkap warga yang resah dengan kondisi tersebut.(ren)