JATIMPOS.CO/KOTA BLITAR- Di Lapangan Kelurahan Blitar, Kota Blitar pada Sabtu malam (24/5/2025) tampak ramai dipadati warga masyarakat. Di sepanjang jalan menuju lokasi sejumlah pedagang berderet menjual berbagai aneka makanan, minuman, mainan anak-anak dan kebutuhan lainnya.

Ya, ramai semarak disitu berlangsung pergeralaran jaranan “Wonge Aryo Budoyo” yang merupakan tradisi kesenian warga Blitar secara turun temurun dan berlangsung hingga saat ini.

Penonton memadati lapangan Kelurahan Kota Blitar menyaksikan pergelaran jaranan WAB (24/5/2025)

---------------------------

Pergelaran saat ini merupakan kegiatan kolaborasi atau sinergitas dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Provinsi Jawa Timur. Dimana pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisaya (Disbudpar) menyelenggarakan kegiatan tersebut dalam rangka pelestarian budaya Jawa Timur.

Hadir pada kesempatan itu anggota DPRD Provinsi Jatim dari Fraksi PAN, Ir. Heri Romadhon, MM, selaku inisiator, anggota DPRD Kota Blitar, Forkopimcam Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, Lurah Blitar, serta sejumlah seniman dan budayawan.

Dari Disbudpar Jatim tampak hadir Kepala Bidang Kebudayaan, Dwi Supranto SS, MM mewakili Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari, ST, MMA. Sebelum pergelaran dimulai, dilakukan seremonial penyerahan celengan oleh Ir. H. M. Heri Romadhon, MM dan Dwi Supranto, SS, MM kepada ketua Group WAB.

“Diharapkan, melalui kegiatan ini, selain dapat menyemarakkan, juga menjadi upaya pelestarian yang berdampak secara luas, baik pada seniman dan budayawan yang terlibat, maupun masyarakat secara umum,” kata Kepala Disbudpar Jatim, Evy Afianasari, ST,MMA dalam amanat yang disampaikan Kabid Kebudayaan Dwi Supranto, SS, MM.

Dikatakan, Jawa Timur merupakan provinsi yang kaya akan potensi dan keragaman budaya, maka kita harus berbangga hati bahwa Jawa Timur memiliki 7.105 objek pemajuan kebudayaan dan 112 warisan budaya tak benda. Kekayaan ini tentunya menjadi potensi yang patut kita banggkan dan jaga bersama, serta kita kembangkan dan manfaatkan secara maksimal guna mendukung kesejahteraan masyarakat.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna mendukung pelindungan dan pengembangan seni khususnya jaranan, salah satunya adalah melalui warisan budaya tak benda. Jaranan masuk dalam warisan budaya tak benda diantaranya adalah Jaranan Trill dari Kab. Blitar (2021), Jaranan Pegon dari Kab. Tulungagung (2023), dan Jaranan Jur Ngasinan dari Kab. Blitar (2024).

Selain warisan budaya tak benda, jaranan juga diusulkan untuk menjadi ICH (Intangible Cultural Heritgae) ke UNESCO pada tahun 2025. Diharapkan pencapaian ini dapat memotivasi seniman dan budayawan lainnya agar terus semangat dalam berkarya dan berkomitmen dalam menjaga pelestarian kebudayaan Jawa Timur.

“Kami sangat mengapresiasi penyelenggaraan penguatan pelestarian budaya melalui pergelaran jaranan Wonge Aryo Budoyo ini. Masyarakat utamanya generasi muda, adalah garda terdepan dalam pelestarian budaya. pelibatan masyarakat lintas generasi merupakan sebagai langkah positif dalam mencapai pemajuan bangsa utamanya dalam aspek sosial dan budaya,” ungkapnya.

Ludruk sebagai kesenian asli Jawa Timur, memiliki fungsi primer dan sekunder. Secara primer jaranan merupakan hiburan sekaligus sarana ritual, sedangkan secara sekunder jaranan merupakan sarana pendidikan, penumbuh solidaritas.

Jika dahulu para pemuda berjuang dalam merebut kemerdekaan melawan penjajah, di era ini musuh mereka adalah gempuran teknologi dan arus globalisasi yang harus dihadapi dengan bijaksana. Karena fenomena ini adalah tantangan yang harus dihadapi bersama, dengan optimisme dan semangat yang tak pernah padam, pemanfaatan teknologi dalam upaya pemajuan kebudayaan akan dapat tercapai.

Terus Berlangsung
Sementara itu Ir. Heri Romadhon anggota DPRD Provinsi Jatim dari Fraksi PAN pada kesempatan itu mengucapkan terimakasih pergelaran ini dapat berlangsung sebagai upaya pelestarian budaya.

Selain itu menjadi salahsatu wujud rasa syukur atas terpilihnya kembali sebagai wakil rakyat di DPRD Provinsi Jatim periode 2024-2029. “Kami akan terus hadir bersama panjenengan semua, salahsatunya melalui pergelaran jaranan ini,” ujarnya.

Ditambahkan, kegiatan ini sinergi antara DPRD Provinsi Jatim dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dalam rangka uri-uri budaya berupa jaranan.

Warga Kabupaten Blitar dikenal sangat menyukai seni jaranan. Antusias masyarakat sangat tinggi jika ada pertunjukan seni jaranan. Karena lihainya memainkan atraksi jaranan dan menjadi kesukaan masyarakat Blitar serta sejarah seni jaranan berasal dari wilayah Blitar.

Sampai Kemendikbud dan Ristekdikti RI menetapkan Jaranan Tril di Blitar sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). Atas dasar itu pula dan untuk melestarikan seni tradisi jaranan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim bersama DPRD Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan pergeralaran jaranan di lapangan di Lapangan Kelurahan Blitar, Kota Blitar pada Sabtu malam (24/5/2025).

Kesenian jaranan sering diidentikkan dengan cerita tentang seorang prajurit yang gagah berani menunggang kuda. Namun, dalam buku “Reog di Jawa Timur” karya Soenarto Timoer, penari jaranan tidak lagi hanya menggambarkan prajurit menunggang kuda. Sebaliknya, mereka menjadi representasi kuda itu sendiri.

Pada masa kolonial, hewan kuda dianggap sebagai simbol penjajahan oleh pihak Belanda. Sistem pembagian kelas menyatakan bahwa rakyat kecil yang menunggang kuda akan dianggap sebagai wujud perlawanan. Oleh karena itu, masyarakat menciptakan tipu muslihat melalui kesenian jaranan agar dapat lolos dari kecurigaan pihak kolonial Belanda.

Kesenian Jaranan Mataraman mengandung nilai-nilai moral dan identitas budaya. Representasi kuda dalam pertunjukan ini mengajarkan pentingnya menjaga sumber air bagi penduduk setempat.

Selain itu, kesenian ini juga memperkuat kerukunan dalam masyarakat. Dengan demikian, Jaranan Mataraman menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya dan warisan tak benda masyarakat Dusun Sanan di Kota Blitar.

Selain mengandung unsur-unsur mistisisme dan spiritualitas, kesenian ini juga mengajarkan tentang kearifan lokal serta keseimbangan antara manusia, alam, dan roh.

Keunikan Jaranan Mataraman menjadikannya layak diresmikan sebagai warisan budaya tak benda. Ia menggabungkan unsur sakral dan hiburan, menciptakan pengalaman yang berbeda dari kesenian jaranan lainnya.

Dengan ikatan sejarah dan kultural yang kuat, Jaranan Mataraman mengajarkan kita tentang keberagaman dan kekayaan budaya yang harus kita lestarikan. Oleh karena itu, mari kita jaga dan hargai Kesenian Jaranan Mataraman sebagai bagian dari warisan kita yang tak ternilai.(sa)