SEDIKITNYA 22 Provinsi di Indonesia, salah satunya Jawa Timur memproses tahapan menyatukan Tata Ruang Laut (TRL) dengan Tata Ruang Darat (RTRD) menjadi Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Gawe besar provinsi ini diamanatkan Undang Undang (UU) no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta aturan turunannya. Paling lambat akhir tahun 2022 ini semua provinsi harus menyatukan tata ruang laut yang selama ini diimplementasikan dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).

Selain Dinas Kelautan dan Perikanan terlibat pula Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) lainnya seperti Dinas Pekerjaan Umum, Cipta Karya serta Perumahan Rakyat. Kerja besar ini melalui beberapa tahapan diantaranya yang harus dilakukan adalah konsultasi publik yang sudah dua kali dilakukan tanggal 9 dan 10 Juni lalu. Secara teknis Konsultasi publik ini diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang Laut. Konsultasi publik muatan materi perairan pesisir ini merupakan peran pemerintah daerah untuk turut serta mengelola dan memanfaatkan ruang pesisir dan pulau pulau kecil.

Masalah reklamasi, pembangunan pelabuhan, perijinan pemanfaatan SDA laut hayati seperti Migas yang selama ini banyak mendarat di Kementerian Perhubungan dengan berpedoman Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan  (DLKP) dan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Kementerian lainya seperti Kementerian ESDM setelah dijadikan UU akan dinakhodai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan PU Cipta Karya. Di daerah yang berperan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas PU Cipta Karya. Semua aktivitas di laut kelak disyaratkan harus memiliki ijin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) atau disebut Ijin Prinsip, artinya sebelum ijin lainya keluar (ijin teknis) sesuai PP no 5 /2021 yang dikeluarkan gubernur semua user di laut wajib memiki PKKPRL. Demikian pula PU Cipta karya akan menjadi leading sektor semua aktivitas perijinan di darat.

Peran Aktif Masyarakat

Masyarakat Jawa Timur khususnya yang tinggal di wilayah Pantura diminta ikut mengawal proses pembuatan RTRWP ini sebelum nantinya disahkan DPRD Jawa Timur menjadi Perda. Masyarakat diminta berperan aktif menjaga kelestarian lingkungannya yang kemungkinan kawasan tersebut akan diaalih fungsikan dari area konservasi menjadi area bisnis. Dalam prosesnya penyusunan teknis pemanfaatan Tata Ruang Laut, perlu diapresiasi ditolaknya sejumlah keinginan investor, antara lain, pengaplingan laut di selat Madura seluas 2000 (dua ribu) hektar untuk dimanfaatkan budidaya laut, kerapu dan lobster. Di Pulau Bawean usaha pasir laut juga ditolak karena alasan lingkungan dan kepentingan konservasi.

Tidak semua permohonan untuk memanfaatkan ruang dan laut untuk kegiatan usaha ditolak. Ada beberapa titik wilayah konservasi laut dan pesisir yang dikorbankan untuk mengakomodasi kepentingan investasi, diantarannya di Kabupaten Gresik, Lamongan, Surabaya, Tuban, Probolinggo, Banyuwangi, Bangkalan. Luasnya diperkiran ribuan hektar. Area Konservasi pesisir dan laut ini penting dipertahankan sebab berfungsi sebagai perlindungan sumber daya genetic, menjadi habitat alami/penting bagi sumber daya ikan (daerah pemijahan,  asuhan dan daerah mencari makan). Selain itu merupakan pelimpahan biota laut ke daerah penangkapan ikan, pemulihan biota dan habitat, perlindungan keanekaragaman hayati yang rentan terhadap perubahan serta perlindungan cagar budaya.

Di Kabupaten Gresik misalnya terdapat sejumlah kawasan yang ditetapkan menjadi area konservasi seperti di Pesisir Timur yang terletak di Desa Karangkiring, Kebomas, Mangare, Bungah dan desa Manyar sidomukti Kecamatan Manyar. Bahkan di kawasan Mangrove Ujungpangkah telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosisten Esensial. Teluk Lamong kabar terbaru akan mereklamasi di sekitar Pelabuhan Pelindo areal seluas 140 hektar, 82 hektar diantaranya sudah direklmasi sejak 2012. Lahan reklamasi tersebut semula adalah Kawasan hijau mangrove yang dijadikan Kawasan konservasi.

Sementara di Lamongan wilayah konservasi ditetapkan di Kawasan pesisir Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong yang memiliki kawasan hijau mangrove. Di Kabupaten Lamongan saat ini terdapat 125 hektar luasan tanam pohon mangrove yang terbagi di dua wilayah kecamatan, yakni Paciran dan Brondong.sepanjang 47 KM. Pantai Timur Surabaya dan utara yang carut marut, tumpang tindih antara area konservasi dan bisnis juga diincar untuk dijadikan perluasan Kawasan industri. Di Kabupaten Sumenep beberapa pulau tenggelam dan nyaris hilang akibat penggalian pasir liar diantaranya Pulau Pandan, Gresik Putih, Keramat di Kecamatan Gili Genting. Di Kecamatan Klampis, Bangkalan setidaknya ada 62 lokasi tambak udang vaname illegal puluhan tahun beroperasi serta mencemari laut dan mengancam kelangsungan konservasi laut di sekitarnya.

Tindakan Hukum Lemah

Tindakan hukum selama ini khususnya sejak Perda RZWP3K diundangkan empat tahun lalu menjadi titik lemah menindak pelaku reklamasi illegal. Contohnya, pencemaran laut oleh tambak udang di pesisir dan laut, pembabatan hutan mangrove dan rekalmasi illegal tidak pernah ada kelanjutannya. Tarik ulur antara aparat penegak hukum (Polair) dan provinsi dalam menyikapi sesuatu pelanggaran menjadi bias dan cenderung mengambang. Keenganan masyarakat untuk melaporkan jika terjadi pelanggaran lingkungan juga menjadi preseden buruk. Mengutip Tempo, Pengamat hukum lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Hartiwiningsih, menilai selama ini penegakan hukum pidana lingkungan masih lemah. Pelaku perusakan lingkungan sering hanya diberi hukuman yang ringan, baik penjara maupun denda.

Dia berpendapat lemahnya penegakan hukum disebabkan kultur yang terbangun di masyarakat bahwa perbuatan yang merusak lingkungan adalah perbuatan pidana biasa. Pengamat hukum lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta itu menilai, selama ini penegakan hukum pidana lingkungan masih lemah. Pelaku perusakan lingkungan sering hanya diberi hukuman yang ringan, baik penjara maupun denda. Vonisnya hanya dua-tiga bulan penjara. Padahal hukuman maksimalnya bisa sampai 10 tahun. Karena dianggap sebagai kasus biasa, kepolisian biasanya baru bereaksi ketika ada delik aduan dari masyarakat perihal kerusakan lingkungan. Seharusnya kepolisian juga proaktif, sama seperti saat menangani kasus korupsi, narkotika, dan lainnya.***

  • Oki Lukito
  • Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan
  • Dewan Pakar PWI Jawa Timur