JATIMPOS.CO/JOMBANG - Direktur RSUD Jombang dr Pudji Umbaran MKP melalui Dokter Hardini Indarwati, SH., MH.Kes, Medical Dokter di Poli VCT (Voluntary Counselling and Testing) RSUD Jombang, mengingatkan agar pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus) patuh dan rutin minum obat ARV (Antiretrovirus).

Mengkonsumsi ARV secara rutin seumur hidup dapat meningkatkan daya tahan tubuh ODHA, karena cara kerja ARV menghambat perkembangbiakan virus di dalam tubuh penderita HIV. Replikasi virus dihambat jumlah virus dalam tubuh makin menurun,  kerusakan CD4 berkurang. Dengan demikian akan memperpanjang harapan hidup pasien.

Saat Talk Show Humas RSUD Jombang menyapa, dokter Hardini yang aktif melakukan VCT ini menjelaskan, sampai saat ini belum ada obat yang bisa membunuh virus HIV. Tujuan rutin minum ARV diantaranya, untuk menghentikan progresifitas penyakit HIV dengan menghambat replikasi virus, memulihkan sistem immun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik.

“Selain itu, untuk memperbaiki kualitas hidup, menurunkan morbiditas (keluhan penyakit) dan mortalitas (kematian) dikarenakan infeksi HIV, serta mengurangi transmisi HIV kepada orang lain, termasuk penularan ibu hamil ODHA kepada janin yang dikandungnya” beber dr Hardini (61 tahun) alumni FK Unair Surabaya tahun 1988 ini.

Seruan ini memperhatikan, bahwa kematian akibat serangan virus HIV pada pengidap HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang adherence (tidak patuh minum obat), lolos follow up di Kabupaten Jombang relatif tinggi, mencapai 80 – 90 persen.

Disampaikan dokter yang sempat menjadi Kepala disejumlah Puskesmas di Kabupaten Jombang ini, minum ARV tidak dapat membunuh virus, hanya menghambat perkembangbiakan virus. Apabila berhenti minum ARV, maka virus melakukan replikasi kembali (10 milyar/hari).

Akibat replikasi virus kerusakan CD4 yang notabene bagian dari limfosit T semakin banyak, sehingga menjadikan daya tahan tubuh semakin menurun. Akibatnya infeksi oportunis (infeksi penyerta) semakin bermunculan, berat badan (BB) cenderung menurun hingga 10% dari BB semula dan kondisi semakin melemah.

“Evaluasi pengobatan ARV dilakukan dengan pemantauan klinis, berat badan saat kontrol tiap bulan dan pemeriksaan viral load setiap 6 sampai 12 bulan setelah ART untuk mengetahui apakah virus yang ada di dalam tubuh penderita sudah tersupresi,” tukasnya.

Sebagaimana kita ketahui, lanjutnya, penularan virus HIV melalui hubungan seksual  (paling banyak) baik sejenis maupun berlainan jenis dengan penderita, melaui darah, seperti penggunaan jarum suntik yang telah tercemar HIV secara bergantian, melalui cairan spermal,cairan vagina, ASI dan melalui ibu pengidap HIV-AIDS ke bayinya selama kehamilan (5-10%), persalinan (10-20%) dan menyusui (ASI) risiko tertular 10-15%.

“Meski demikian, pasangan suami istri yang terpapar HIV-AIDS masih bisa atau boleh berharap memiliki anak, asal hasil pemeriksaan viral load baik atau non detected.  Seyogyanya harus kontrol ke poli  VCT, rutin minum ARV agar kondisinya terpantau,   dilakukan pemeriksaan viral load dan konseling kapan dan bagaimana agar dapat hamil/memiliki anak yang sehat tidak terpapar HIV,” tuturnya.

RSUD Jombang selaku PDP dan RS rujukan di Kabupaten Jombang dan sekitarnya siap melayani konseling, pengobatan,perawatan, persalinan bagi penderita HIV memiliki 5 orang tenaga mumpuni yang siap memberikan dukungan dengan hati, secara kekeluargaan guna pemulihan keadaan penderita.

“Poli VCT RSUD Jombang membuka pelayanan setiap hari Senin sampai Kamis mulai pukul 08.00 WIB – 14.00 WIB, Jum’at mulai jam 08.00 WIB – 12.00 WIB (pelayanan menyesuaikan kebutuhan pasien),” papar dokter yang sudah bertugas di RSUD Jombang sejak 2004 ini.

Infeksi oportunis yang muncul yang dimaksudkan dokter pengurus IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Jombang, Provinsi Jawa Timur dan PB IDI ini, seperti  diare kronis yang berlangsung lebih dari sebulan, demam tanpa sebab yang jelas (intermiten/konstan) lebih dari sebulan, kandidiasis oral  atau sering disebut sariawan di lidah, berlangsung pada waktu berkepanjangan, batuk lebih dari 2 minggu, keluar keringat malam tanpa aktivitas, herpes zoster harus segera memeriksakan ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit. Penyakit penyerta pasien HIV yang paling banyak adalah TBC.

 “Catatan Poli VCT RSUD Jombang baik dari poli VCT, poli Paru, rujkan dari luar maupun  dari ruang rawat inap ditemukan kondisi pasien 80% sudah dalam stadium 3 (tiga),” ungkapnya.

Hingga pada bulan Agustus 2021, pengidap HIV yang rutin ambil obat di VCT RSUD Jombang sebanyak  353 orang. Data pasien meninggal pada bulan Agustus 2021 ada 44 orang, 33 orang lolos follow up  dan tidak rutin minum ARV, 11 orang meninggal sebelum minum ARV.

Dari data bulan Januari sampai bulan Agustus 2021 ada penambahan ODHA baru,sedang bulan September 2021 terdapat penambahan 5 ODHA baru. Satu orang penderita rujukan dari Puskesmas Mayangan, Kecamatan Jogoroto, satu orang rujukan dari Puskesmas Mojoagung dan tiga orang penderita dari ruang rawat inap di RSUD Jombang.

Data dari kunjungan rumah para pendamping ODHA terdapat 5 orang penderita HIV tidak mau minum ARV dengan alasan beragam, diantaranya mencari pengobatan atlernatif, merasa sudah sehat, malas minum obat karena jenuh. Mereka ini yang akan dilakukan kunjungan ulang (home visite) oleh para pendamping.

Dampak apabila tidak patuh pengobatan, menurut  dokter Hardini, akan terjadi resistensi obat pada diri penderita, kondisi tubuh menurun, stadium HIV meningkat, risiko peningkatan sumber penularan, peningkatan morbiditas dan mortalitas HIV, akibatnya menjadi beban keluarga yang merawatnya dan baban pemerintah harus menyediakan obat lini kedua bagi mereka yang gagal pengobatan maupun resestensi dengan ARV sebelumnya.

“Bagi ibu hamil harus sudah minum ARV sejak kehamilan 14 minggu, agar janin tidak tertular. Di Kabupaten Jombang bumil ODHA bila melahirkan harus secsio, tidak boleh memberikan ASI. Yang paling utama adalah tumbuhkan sikap kepatuhan minum obat ARV selama hidup untuk memperkecil risiko,” saran dokter yang pernah menjabat Kasi Pemulihan Kesehatan Dinas Kesehatan Jombang pada bulan Januari tahun 1996 sampai Agustus 1998.

Dokter Hardini mengingatkan, ketika seseorang sudah terdeteksi HIV positif, maka dia harus merima status, berupaya cegah penularan, merubah perilaku berisiko menjadi tidak beresiko dan pengobatan ARV seumur hidup.

Dokter Hardini berpesan bagi orang- orang yang beresiko jangan enggan memeriksakan diri ke VCT Puskesmas atau VCT RSUD Jombang untuk mengetahui status kesehatannya. Demikian juga kepada masyarakat mari kita berikan dukungan bagi ODHA, hilangkan stigma dan diskriminasi, “Jauhi penyakitnya, jangan jauhi orangnya,” tutup dokter Hardini. (her/hms)