JATIMPOS.CO/KABUPATEN MADIUN – Kapolsek Geger, AKP Hafiz Prasetia Akbar, memaparkan perspektif psikologi forensik untuk menjelaskan akar perilaku remaja dalam sebuah kegiatan Pembinaan Pemuda dan Orang Tua di Balai Desa Purworejo, Senin (15/9/2025).
Berangkat dari pengalamannya menempuh studi S2 Kriminologi di University of Edinburgh, Hafiz menjelaskan bahwa masa remaja ditandai ketimpangan perkembangan otak. “Intinya sederhana, pada masa remaja, bagian otak amigdala yang mengejar sensasi dan pujian lebih cepat ‘menyala’, sementara pusat kontrol diri masih berkembang hingga awal–pertengahan usia 20-an. Kombinasi ini membuat keputusan lebih mudah terdorong emosi, terutama dalam situasi panas atau ketika ada tekanan teman sebaya,” ujarnya.
Ia menegaskan, perilaku remaja bukanlah bawaan “nakal”, melainkan bagian dari proses perkembangan biologis. “Remaja itu bukan nakal bawaan. Otaknya memang belum selesai berkembang. Karena itu, rangsangan emosional yang positif dan struktur di rumah sangat menentukan,” kata Hafiz.
Dalam konteks pencegahan konflik, menurutnya, kepolisian hanya bisa bekerja pada ranah preemtif, pencegahan, dan penindakan. Sementara perubahan perilaku membutuhkan kolaborasi dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga keluarga. “Polri tidak bisa sendirian. Perlu kerja sama menyeluruh,” tambahnya.
AKP Hafiz Prasetia Akbar menekankan pentingnya peran teladan orang tua dalam mengarahkan perilaku anak. Saat sesi tanya jawab, seorang warga menyinggung kebiasaan anak bermain gawai berlebihan. Hafiz menjawab dengan lugas: “Jika orang tua seharian memegang ponsel, jangan berharap anak gemar membaca; jika orang tua terbiasa menonton TV sampai larut, jangan berharap anak menyukai matematika.”
Menurutnya, konsistensi perilaku sehari-hari orang tua jauh lebih efektif daripada sekadar nasihat. Aturan yang jelas tanpa kekerasan serta keterlibatan langsung dalam kehidupan anak, katanya, akan membangun fondasi karakter yang sehat.
Tantangan lain yang muncul berasal dari kondisi sosial Kecamatan Geger, di mana banyak orang tua merantau sebagai pekerja migran. Menjawab pertanyaan Karang Taruna soal absennya peran ayah dan ibu, Hafiz menegaskan bahwa “kehadiran” bisa digantikan secara kolektif.
“Pemerintah desa, PKK, tokoh agama, pelatih silat, guru, dan komunitas pemuda perlu hadir sebagai figur panutan yang konsisten dan peduli. Mereka bisa menjadi father figure atau mother figure dalam kehidupan anak,” jelasnya.
Acara tersebut dihadiri Kepala Desa Purworejo Riyadi, Babinsa Sertu Dodik Rahman, Bhabinkamtibmas Aiptu Iwan Ika C., perwakilan BPD, LPMD, TP-PKK, serta sekitar 80 pemuda–pemudi dari berbagai unsur masyarakat. Kegiatan ini juga menjadi tindak lanjut dari 10 program PKK Desa Purworejo. (jum).