JATIMPOS.CO/MOJOKERTO – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya menggandeng Kecamatan Ngoro dalam upaya memperkuat pengawasan terhadap keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di wilayah Mojokerto. Langkah ini ditandai dengan pelaksanaan rapat koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) tingkat kecamatan di Aula Kecamatan Ngoro, Rabu (28/5/2025).
Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur, mulai dari perangkat desa di sembilan wilayah administratif, hingga TNI, Polri, serta unsur Forkopimca lainnya. Desa yang turut berpartisipasi di antaranya Wonosari, Candiharjo, Sedati, Purwojati, Ngoro, Lolawang, Manduro MG, Kutogirang, dan Watesnegoro.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Surabaya, Dody Gunawan Ciptadi, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antarlembaga dalam mencegah pelanggaran keimigrasian, termasuk potensi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penyelundupan manusia.
“Melalui forum TIMPORA ini, kami ingin menciptakan pengawasan yang preventif dengan melibatkan semua pihak, termasuk desa, sebagai mata dan telinga pertama di lapangan,” jelas Dody.
Dody juga memaparkan bahwa sejak Januari hingga Mei 2025, pihaknya telah menemukan 64 kasus pelanggaran administrasi keimigrasian di wilayah Sidoarjo, Surabaya, dan Mojokerto Raya. Kebanyakan kasus terkait penyalahgunaan izin tinggal, sehingga diperlukan pengawasan terpadu dari semua unsur.
Lebih jauh, Kecamatan Ngoro disiapkan sebagai percontohan sistem pengawasan WNA berbasis desa. Sistem ini akan mengedepankan pelaporan berjenjang dari tingkat desa ke kecamatan, yang kemudian dihimpun dalam satu sistem terintegrasi yang bisa diakses semua unsur TIMPORA.
“Keterlibatan kepala desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas sangat krusial karena mereka yang pertama kali mengetahui keberadaan warga asing di wilayah masing-masing,” imbuhnya.
Camat Ngoro, Satrio Wahyu Utomo, turut menggarisbawahi pentingnya ketelitian dalam penerbitan surat-surat administrasi untuk WNA. Ia mengingatkan agar dokumen seperti surat domisili tidak bertentangan dengan masa berlaku izin tinggal resmi seperti KITAS.
“Dokumen yang dikeluarkan desa atau kecamatan harus sinkron dengan data keimigrasian. Jangan sampai memberikan ruang bagi penyalahgunaan,” tegas Rio panggilan akrabnya. (din).