JATIMPOS.CO/KABUPATEN JEMBER – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember terus melakukan pemeriksaan maraton terkait dugaan korupsi pengadaan konsumsi dalam kegiatan Sosialisasi Raperda 2023–2024.

Hingga Kamis (28/8/2025), tercatat 13 anggota DPRD Jember periode 2019–2024 telah dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi. Selain itu, puluhan panitia lokal juga turut diperiksa. Permintaan keterangan para saksi dibutuhkan untuk memperkuat dua alat bukti yang sudah dikantongi penyidik.

“Total sampai hari ini sudah ada 13 orang dari unsur dewan yang telah kita mintai keterangan sebagai saksi, dan kami akan terus memanggil seluruh anggota DPRD 2019–2024,” ujar Kasi Intelijen Kejari Jember, Agung Wibowo, SH, MH.

Kasi Intel Kejari Jember mengatakan bahwa para saksi yang hadir sesuai undangan pihak Kejaksaan dapat membantu untuk segera tuntasnya seluruh rangkaiaan proses penyidikan. Selanjutnya tim penyidik akan melakukan gelar perkara dan ekspose untuk menetapkan tersangka dalam perkara korupsi itu.

“Seluruh Saksi yang kita minta keterangan seluruhnya memberikan keterangan secara koperatif termasuk dari 13 orang saksi dari unsur dewan yang telah hadir memenuhi panggilan penyidik,” imbuhnya.

Pengusutan Kasus dugaan Korupsi pengadaan makan dan minum kegiaatan Sosialisasi Raperda 2023-2024 dengan potensi kerugiaan Negara Rp5,6 Milyar itu merupakan atensi Kejaksaan Agung RI. Kasus itu naik ke tahap Penyidikan pada 17 Juli 2025. Kejari Jember menyatakan telah memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup dugaan tindak pidana korupsi.

Sementara itu, informasi yang dihimpun menyebutkan dari 50 anggota DPRD Jember periode 2019–2024, hanya satu orang yang tidak menggunakan anggaran APBD untuk sosialisasi raperda, yakni H. Mochammad Hafidi dari Fraksi PKB.

“Saya tidak mengunakaan anggaran Sosper itu bukan dalam rangka apa-apa,Tidak, pertama menurut saya kegiataan sosper ini ketika harus saya lakukan dengan volume yang hanya 100 orang justru merugikan bagi saya, karena dengan hanya mengundang 100 orang ini akan justru menimbulkan potensi fitnah bagi saya terutama dari para pendukung-pendukung saya, sehingga ini sangat merugikan bagi saya pribadi,” kata Hafidi.

Hafidi menambahkan, alasan lainnya adalah efisiensi anggaran. Ia memilih mensosialisasikan raperda melalui kegiatan rutin yang melibatkan ribuan warga.

“Secara pribadi untuk melakukan sosialisasi raperda ini bisa saya lakukan lebih dari volume 100 orang, karena dalam 4-6 bulan sekali saya bisa bertemu dengan warga itu lebih dari 4 ribu orang bahkan bisa mencapai 6 ribu orang dari wali santri dan wali murid, disitulah saya juga mensosialisasikan raperda yang sedang digodok DPRD Jember,” Kata Hafidi yang juga merupakan Ketua Yayasan Pendidikan Ibu, Pakusari Jember.

Disinggung terkait dengan tekhnis pelaksanaan Sosraperda dan perkara Korupsi sedang ditanggani Kejari Jember, Hafidi engan berkomentar lebih jauh.

“Kurang paham saya terkait tekhnis pelaksanaanya bagaimana karena saya tidak mengambil, soal wajib dan tidaknya pengunaan anggaran Sosialisasi Raperda untuk Anggota DPRD ini saya juga tidak mengetahui secara jelas. Tidak ada ketentuan itu wajib atau tidak, buktinya saya tidak mengambil dana itu tidak ada apa-apa, tidak ada masalah,” lengkap Hafidi. (Ari)