JATIMPOS.CO/KOTA MALANG- Sidang lanjutan kasus dugaan pengeroyokan yang mengakibatkan kematian Mulyadin, warga Jalan Kolonel Sugiono Gang 1, Kelurahan Mergosono, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (30/7/2025).

Sidang digelar di Ruang Garuda PN Malang kali ini menghadirkan dua saksi, diantaranya dari pihak pelapor dan tenaga medis RSUD yang sempat menangani korban.

“Satu saksi merupakan pelapor dari keluarga korban, dan satu lagi adalah dokter dari RSUD" kata Suudi saat memberikan keteranganya kepada awak media usai sidang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suudi, SH menambahkan bahwa kesaksian yang disampaikan menguatkan adanya tindak kekerasan fisik terhadap korban di kawasan Terminal Lama Gadang, Kota Malang.

"Berdasarkan keterangan mereka, korban mengalami cedera otak berat, ini akibat pemukulan oleh terdakwa Ahmad dan injakan oleh terdakwa Ian yang terekam CCTV di lokasi,” ujar JPU Suudi.

Suudi menjelaskan bahwa akibat luka parah tersebut, tekanan darah korban sempat naik drastis hingga mencapai 250 kategori masuk hipertensi.

"Dengan luka parah inilah sehingga tekanan darah korban naik hingga 250" ungkapnya.

Dan menyebabkan korban Mulyadin meninggal dunia setelah sebelumnya sempat koma. "Sehingga menyebabkan Mulyadin menjadi koma dan meninggal dunia" jelas JPU kepada wartawan.

Sementara itu anak korban, Angga, dalam pernyataannya menyampaikan bahwa keluarga menuntut agar para terdakwa dijatuhi hukuman maksimal sesuai pasal yang berlaku.

“Kami kehilangan bapak yang jadi tulang punggung keluarga, saya sebagai anaknya, tidak terima" ucap angga.

Jika dalam persidangan nantinya pelaku mengajukan permohonan keringanan hukuman pihaknya tidak akan setuju dengan permohonan tersebut.

"Kalau nanti ada permohonan keringanan hukuman, saya tetap minta dihukum maksimal, tidak ada alasan bagi pelaku untuk diringankan,” tegas Angga.

Angga juga menyampakan bahwa pihak keluarga sempat diberi waktu untuk menghadirkan saksi mata, namun hingga kini belum ada yang bersedia karena takut atau trauma.

"Keluarga kami pernah di berikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menghadirkan saksi mata, tetapi hingga saat ini tidak ada yang beraniemberikan kesaksian dengan alasan takut atau trauma" urainya.

Namun rekaman CCTV sudah ada dan dirasa cukup bukti kuat sebagai alat bukti atas kejadian kekerasan tersebut.

"Meski begitu, bukti CCTV dianggap cukup kuat untuk menggambarkan kekerasan yang terjadi" tutur angga.

Sebagai informasi dalam persidangan sebelumnya, kedua terdakwa hadir tanpa didampingi kuasa hukum menurut JPU karena ancaman hukuman dalam pasal yang dikenakan berada di bawah sembilan tahun, sehingga kehadiran pengacara belum diwajibkan, dan pengadilan tetap membuka opsi menunjuk penasihat hukum dari pos bantuan hukum (posbakum) jika dibutuhkan.

Saat ini kedua terdakwa terancam pidana kurungan Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian, Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan berat, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. Ancaman hukuman maksimal bisa mencapai 12 tahun penjara.

Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. (Yon)