JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Dzakiyul Fikri menyatakan bahwa tidak ditemukan kerugian negara dalam dugaan penyimpangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Plat merah.
Pernyataan ini disampaikan setelah pihak Kejari melakukan serangkaian pendalaman terhadap laporan masyarakat yang mencurigai adanya prosedur yang tidak sesuai dalam pencairan KUR.
"Kami menghargai setiap laporan dari masyarakat. Terlepas dari ada atau tidaknya indikasi pelanggaran, laporan tetap kami terima dan tindak lanjuti sesuai prosedur," Kata Dzakiyul Fikri saat ditemui awak media, jum'at (07/03/2025) kemarin
Setelah menerima laporan, Kejari Bondowoso segera melakukan pengumpulan bahan dan keterangan dari berbagai pihak yang terlibat. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai dugaan penyimpangan yang dilaporkan.
Sebagai bagian dari proses investigasi, Kejari membentuk tim khusus guna menggali lebih dalam terkait pencairan dana KUR tersebut. Mereka juga mengundang pihak Bank Jatim serta pelapor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
"Kami sudah mengundang pihak Bank Jatim dan para pelapor untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai permasalahan ini," tambahnya.
Hasil analisis sementara menunjukkan adanya pencatutan nama dalam proses pencairan dana KUR. Beberapa penerima pinjaman mengaku tidak mengetahui bahwa nama mereka digunakan dalam pencairan dana tersebut.
Namun, setelah dilakukan verifikasi, Kejari menemukan bahwa dari enam pelapor yang mengadu, pinjaman mereka telah dikembalikan dan dilunasi.
"Dari enam pelapor ini, ternyata pinjamannya sudah dikembalikan, sudah dilunasi. Jadi, tidak ada kerugian negara yang timbul dari kasus ini," jelas Dzakiyul Fikri.
Meskipun demikian, pihak Kejari tetap membutuhkan keterangan resmi dari Bank Jatim sebelum mengambil kesimpulan akhir. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh prosedur telah dijalankan sesuai aturan.
Dalam konteks tindak pidana korupsi, prinsip utama yang digunakan adalah memastikan adanya kerugian negara yang nyata. Jika tidak ditemukan kerugian negara, maka suatu kasus belum bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
"Jika ada perkara tindak pidana korupsi, maka harus diawali dengan adanya kerugian negara atau aturan yang jelas-jelas dilanggar," lanjutnya.
Dzakiyul Fikri juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25 Tahun 2016, yang mengubah konsep delik korupsi dari formil menjadi materiil. Artinya, kerugian negara akibat korupsi harus bisa dibuktikan secara nyata, bukan sekadar potensi atau dugaan semata.
"Dulu, jika ada indikasi, motivasi, atau potensi kerugian negara, itu bisa langsung dianggap korupsi. Sekarang, harus ada bukti nyata dan riil yang menunjukkan bahwa negara benar-benar dirugikan," tegasnya.
Meski belum ditemukan kerugian negara, Kejari Bondowoso tetap melanjutkan pendalaman kasus ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang luput dari pengawasan.
Dzakiyul Fikri menegaskan bahwa pihaknya akan menangani perkara ini secara objektif dan profesional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Kami tidak akan terburu-buru mengambil kesimpulan, semua harus didasarkan pada analisis yang mendalam dan bukti yang kuat," ujarnya.
Hingga saat ini, Kejari Bondowoso terus mengawasi perkembangan kasus ini dan akan mengambil tindakan lebih lanjut jika ditemukan fakta-fakta baru.
"Kedepan bagaimana, tentu kita akan melihat berdasarkan data dan analisis yang ada," tutupnya. (Eko).