JATIMPOS.CO/SURABAYA — Rapat paripurna DPRD Jawa Timur memperingati HUT Jatim ke-80, Minggu (12/10/2025) siang, menghadirkan orasi ilmiah Prof. Mahfud MD. Ia mengajak momentum hari jadi dijadikan ruang perenungan atas kiprah Jatim bagi republik dan kompas langkah ke depan.

“Kita berkumpul di sini untuk berulang tahun memperingati hari lahir Jawa Timur yang ke-80 itu. Biasanya ulang tahun itu isinya adalah kontemplasi dan kemudian berefleksi,” ucapnya.

“Saya ingin menyampaikan beberapa hal untuk kita renungi. Pertama, bagaimana kita tumbuh bersama Indonesia. Kemudian, bagaimana kita mempertahankan Indonesia ini dengan tangguh dari sisi Jawa Timur,” lanjutnya.

Mahfud mengulas posisi sejarah Jawa Timur dalam fase krusial kemerdekaan. Ia menegaskan, di tengah konstelasi hukum internasional pasca-Perang Dunia II dan upaya kolonial kembali masuk, tekad bangsa dinyatakan tanpa ragu.

“Indonesia ini merebut dan akan melawan siapapun yang masuk kembali ke Indonesia,” katanya.

Menurutnya, perlawanan rakyat di Jawa Timur—yang puncaknya dikenang pada 10 November—membuat dunia menoleh dan membuka jalan ke pengakuan kedaulatan.

“Ketika pemerintah pusat sedang terdesak, berbagai kekuatan kucar-kacir, Jawa Timur melakukan perlawanan dalam apa yang disebut jihad. Fi sabilillah sehingga lahirlah peristiwa 10 November itu. Itu dari Jawa Timur,” jelas Mahfud.

Dalam orasi, Mahfud menilai Jawa Timur merupakan miniatur kebinekaan Indonesia. “Jawa Timur itu berbagai suku, agama, dan ras itu lengkap,” ujarnya, sembari mengingatkan pentingnya merawat persatuan.

“Nah, saudara sekalian, oleh sebab itu, satu, mari kita jaga ke-Indonesiaan kita ini,” imbuhnya.

Ia menambahkan, gotong royong merupakan praktik nilai kebangsaan yang perlu terus dihidupkan.

Mahfud juga menyoroti etika ruang publik di era digital. Ia mengkritik budaya saling caci dan adu domba di media sosial yang, menurutnya, merusak keadaban. “Sudah nir-akhlak,” tegasnya.

Di sisi lain, ia mengajak publik melihat kemajuan sosial-ekonomi sebagai proses estafet lintas pemerintahan mulai dari Presiden Soekarno hingga Jokowi. “Ini yang harus disyukuri, jangan marah-marah melulu,” ujarnya.

Pesan penting lainnya adalah penguatan ekosistem pesantren sebagai sumber daya moral khas Jatim. Mahfud mendorong revitalisasi nilai kepesantrenan—kejujuran, kesederhanaan, anti-tamak—yang membentuk karakter warga dan pejabat publik.

“Kalau bisa hidup sederhana saja, secukupnya dan ingat kamu harus hidup jujur. Kata orang Madura mun tak jujur ajur (Kalau kamu ndak jujur hancur)” terang Mahfud.

“Kalau kamu ndak jujur, nunggu waktu. Sekarang selamat, besok enggak. Coba lihat, banyak sekarang gejala kan? Orang yang kemarin gagal gitu-gitu itu, enggak jujur. Sekarang patron-nya sudah tidak ada, kucar-kacir, pada ketakutan. Nah, itulah yang diajarkan,” lanjutnya.

Menutup orasi, Mahfud menggarisbawahi tiga pilar demokrasi sebagai kompas kerja kebangsaan.

“Berlaku jujur saja, penuh integritas itu yang diajarkan oleh masyarakat Jawa Timur, antara yang diumumkan dan yang dikerjakan itu sama, itu integritas. Sehingga di sini akan timbul apa yang disebut idenya demokrasi itu kan tiga. Satu: Liberty (kebebasan), Equality (persamaan), Fraternity (persaudaraan),” tuturnya.

Ia menegaskan komitmen agar Jawa Timur terus berperan sebagai motor persatuan, pagar kebangsaan, dan fondasi kebinekaan.

“Mari bangun bangsa dan negara ini dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya.(zen)