JATIMPOS.CO//SURABAYA – Perilaku konsumtif menjadi kebiasaan yang umum di kalangan penduduk perkotaan, seperti di Kota Surabaya. Biasanya, perilaku ini meliputi penggunaan kantong plastik berlebihan, konsumsi makanan instan, mengambil sumber daya air tanah berlebihan hingga pembelian barang-barang yang tidak terlalu penting.
Perilaku konsumtif ini memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti penumpukan sampah akibat penggunaan kantong plastik yang berlebihan dan penurunan kualitas ekosistem di perkotaan.
Sosiolog Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto mengatakan, sudah saatnya masyarakat bersama-sama mengubah cara pandang, agar tidak menjadi pribadi yang berperilaku ekonomi konsumtif. “Kita bisa bersama-sama merubah cara pandang dengan perilaku ekonomi yang ramah lingkungan, penggunaan kembali atau mendaur ulang, dan penggunaan perangkat teknologi yang mudah diperbaiki,” kata Andri, Kamis, (7/11/2024).
Andri menegaskan, biasanya, mengubah cara pandang dengan tidak berperilaku konsumtif ini sering disebut sebagai pengembangan ekonomi sirkular untuk masa depan yang berkelanjutan. Pengembangan ekonomi sirkular harus diterapkan ke dalam kehidupan sehari-sehari, agar lingkungan di perkotaan seperti Surabaya, tidak semakin tercemar.
Menurutnya, pengembangan ekonomi sirkular tidak hanya wajib diterapkan oleh masyarakat di Surabaya, akan tetapi juga harus dilakukan dan diatur oleh Pemerintah Kota (Pemkot). Di kesempatan ini, ia menilai, Pemkot Surabaya sudah menerapkan aturan yang berkaitan dengan pengembanhan ekonomi sirkukar.
Contoh, lanjut Andri, Pemkot Surabaya telah merintis dengan baik program-program ramah lingkungan, seperti halnya program Green City, penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, pengolahan sampah secara mandiri menggunakan program reduce, reuse, dan recycle (3R), dan sebagainya.
“Ini yang sering disebut sebagai pengembangan ekonomi sirkular, untuk masa depan berkelanjutan. Kita berikan apresiasi yang tinggi kepada Pemkot Surabaya, yang sudah merintis dengan baik program-program ramah lingkungan tersebut,” ujar Andri.
Andri menyebutkan, pengembangan kesadaran warga Kota Surabaya akan pentingnya ekonomi sirkular juga perlu bantuan dari pemerintah, khususnya menjadi perhatian khusus bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya. Tujuannya, agar pengembangan infrastruktur daur ulang yang efisien dan terintegrasi bisa diwujudkan di Surabaya.
“Di Kota Surabaya sendiri telah digencarkan ekonomi sirkular di beberapa kampung tematik, seperti di kampung Tenggilis Mejoyo, itu melakukan daur ulang sampah tutup botol plastik untuk dijadikan meja, kursi, asbak, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, ada pula daur ulang banner bekas yang disulap menjadi salah satu bagian dari material untuk pembuatan furniture,” sebutnya.
Menurut Andri, daur ulang bukan hanya bicara tentang menghilangkan sampah, akan tetapi juga tentang menciptakan peluang baru. Seperti halnya di Kampung Wethan Banjar Sugihan, kantong plastik bekas pakai didaur ulang menjadi produk baru yang menarik hingga memiliki nilai guna berupa dompet.
Tak hanya itu, ia menjelaskan, kampung tematik sendiri tidak hanya seputar kegiatan daur ulang produk, akan tetapi juga memiliki cakupan yang luas seperti kuliner, pertanian, dan wisata. Penentuan kampung tematik ini juga harus diwujudkan berdasarkan dari budaya di daerah setempat.
“Hubungan antara kampung tematik dengan ekonomi sirkular, yaitu saling mendukung dalam menciptakan peluang pariwisata yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal,” jelasnya.
Dirinya menambahkan, dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, maka kampung wisata tematik dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal secara efisien, mengurangi limbah, dan mendorong daur ulang serta penggunaan ulang produk yang ada.
Selain itu, branding Kampung Tematik juga berperan penting dalam menarik perhatian publik dan mendukung pariwisata di Surabaya.
“Keberhasilan ini mengingatkan bahwa ekonomi sirkular memerlukan keterlibatan aktif masyarakat dan dukungan dari berbagai sektor,” pungkasnya. (fred)