JATIMPOS.CO/SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berhasil mengendalikan inflasi per Juni 2024. Keberhasilan ini tak terlepas dari strategi yang diterapkan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Surabaya.  

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2024, Kota Surabaya mengalami inflasi month to month (m-to-m) sebesar -0,37 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,41. Angka ini menurun karena pada bulan Mei 2024 masih sebesar -0,21. 

Sementara itu, inflasi Kota Surabaya secara tahunan atau year on year (y-on-y) pada Juni 2024 sebesar 2,35 persen. Angka ini juga menurun jika dibandingkan dengan Juni 2023 lalu, yakni sebesar 4,91 persen dengan IHK 116,43. 

Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kota Surabaya, Vykka Anggradevi Kusuma menjelaskan bahwa komoditas yang menyumbang utama inflasi di Kota Surabaya bila dilihat secara tahunan (y-on-y) adalah beras. Tetapi, jika dilihat secara bulan (m-to-m) ialah cabe rawit. 

"Jadi memang ada beberapa komoditas yang mempengaruhi deflasi dan inflasi. Kalau deflasi banyak dipengaruhi oleh daging dan telur ayam. Untuk inflasinya, itu cabe rawit yang masih naik," kata Vykka, Selasa (2/7/2024). 

Vykka menjelaskan, penurunan inflasi yang terjadi di Kota Pahlawan juga dipengaruhi adanya Kios TPID di 64 pasar yang dikelola oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Kota Surabaya (Dinkopdag) atau PD Pasar Surya 

"Berpengaruh besar, karena Kios TPID ini menyediakan beras, minyak dan kebutuhan pokok lainnya. Ketika harganya naik seperti waktu lalu, kita kendalikan lewat Kios TPID dengan harga jual tidak lebih dari Harga Eceran Tertinggi (HET)," ungkap Vykka. 

Di samping itu, Vykka juga merinci langkah-langkah yang disiapkan Tim TPID Kota Surabaya dalam mengendalikan inflasi. Pertama, keterjangkauan harga pasokan. 

"Dalam hal ini kita melakukan gerakan pangan murah di setiap bulan di beberapa lokasi, seperti di Rusunawa dan Balai RW. Komoditas yang disediakan antara lain beras, gula, minyak goreng, telur, daging ayam dan produk olahan lainnya," jelasnya. 

Selain itu, Vykka menyebut, Pemkot Surabaya juga rutin mengelar operasi pasar di tingkat kecamatan. Tujuannya untuk memantau harga kebutuhan pokok (bapok) yang mengalami penurunan atau kenaikan. 

"Sehingga kalau ada harga bapok yang naik, Tim TPID ini bisa langsung melakukan tindakan pengendalian," imbuhnya. 

Strategi kedua adalah memastikan ketersedian pasokan. Caranya dengan melakukan pemantauan stok dan harga-harga bapok melalui aplikasi serta pemantauan dan tindak lanjut hasil survei yang dilakukan di pasar-pasar. 

Selain itu, Pemkot Surabaya juga menggencarkan gerakan menanam di lahan milik warga sendiri. "Langkah ketiga adalah memastikan kelancaran distribusi. Dalam hal ini Pemkot Surabaya melakukan subsidi transportasi untuk komoditas yang harganya sedang tinggi. Sehingga biaya bisa ditekan lewat transportasi," ungkap Vykka. 

Adapun langkah keempat ialah melakukan komunikasi efektif serta koordinasi dengan semua pihak terkait dan juga daerah-daerah penghasil komoditas bapok. 

Ke depan, pihaknya menargetkan, angka inflasi tetap stabil hingga penghujung tahun 2024 dengan menerapkan serta melakukan evaluasi terhadap strategi yang sudah diterapkan.  

"Targetnya inflasi di Kota Surabaya bisa stabil. Artinya, sama atau di bawah angka inflasi Nasional dan Jawa Timur," pungkasnya. (fred)