JATIMPOS.CO/BANYUWANGI- Pada Jum’at dan Sabtu (3-4 Oktober 2025) di Kabupaten Banyuwangi tepatnya Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi tampak meriah. Ratusan warga dari berbagai daerah Banyuwangi dan bahkan luar Banyuwangi menyaksikan Kumoro Festival 2025.

Pembukaan dilakukan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Ka Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, Evy Afianasari, S.T., M.MA didampingi pejabat staf Disbudpar Jatim, pejabat Pemkab Banyuwangi, Kepala Desa Aliyan Agus Nur Bani Yusuf dan tokoh masyarakat, Jum’at (3/10/2025).

Ritual memohon keselamatan kepada Allah SWT di makam Mbah Buyut Wongso Kenongo yang terletak di Dusun Cempokosari Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Banyuwangi pada pembukaan Festival Kumoro, jum’at (3/10/2025) foto : reny kusuma - jatimpos.co 

-----------------------------------

Rangkaian acara dimulai dengan ritual adat minta keselamatan di makam Mbah Buyut Wongso Kenongo yang terletak di Dusun Cempokosari Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Banyuwangi. Kemudian melakukan prosesi sembur utik-utik dengan bunga didalam kendi dan dilanjutkan selamatan tumpengan bersama.

Festival ini adalah perayaan budaya tahunan untuk membangkitkan tradisi seni budaya, diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim bersama Pemkab Banyuwangi dan Pemerintah Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi.

“Pemprov Jatim melalui Disbudpar Jatim memperhatikan dan terus berusaha melestarikan seni dan budaya daerah. Salahsatunya adalah festival Kumoro ini,” ujar Kadisbudpar Jatim, Evy Afianasari.

“Semoga kegiatan ini berlangsung sukses dengan membawa manfaat bagi masyarakat saat ini hingga masa yang akan datang,” tambahnya.

Berbagai kegiatan pada festival ini diantaranya : bazar UMKM, penampilan seni budaya, ajang silaturrahami dan kebersamaan warga.

Salah satu pertunjukan utama adalah Tari Kumoro, yang dibawakan oleh Sanggar Seni Sayu Wiwit Aliyan. Tari ini berasal dari ritual tradisional selamatan yang dilakukan untuk memohon hujan.

Tari Kumoro Aliyan merupakan tradisi budaya yang muncul dari upacara adat Keboan Aliyan. Tradisi ini diyakini sudah ada sejak masa Kerajaan Blambangan dan merupakan warisan dari Buyut Wongso Kenongo, seorang tokoh adat setempat.

Tari ritual awalnya untuk meminta keberkahan hujan. Ritual ini hampir hilang keberadaannya akibat berkembangnya zaman dan tidak adanya pelaku penerus ritual. Budaya ini akhirnya diabadikan melalui seni tari Kumoro Cindhe.

Masyarakat Using di Desa Aliyan terus menjaga dan melestarikan tradisi Keboan Aliyan sebagai bagian dari identitas dan kehidupan mereka. Tarian Kumoro Aliyan ini merupakan bentuk adaptasi modern dari ritual kuno tersebut, menjadikannya sebuah tari kreasi baru.

Ketua panitia pelaksana Festival Kumoro Desa Aliyan, Muhamad Pungki Hartono mendampingi Kades Aliyan Agus Nur Bani Yusuf, menjelaskan bahwa Kumoro Festival merupakan bentuk pelestarian budaya yang hampir jarang dilakukan di masa kini.

"Kegiatan ini bisa menjadi potensi yang lebih baik lagi untuk Desa Aliyan. Kumoro adalah budaya yang sudah lama terpendam dan kini mulai kita angkat kembali. Harapannya, generasi muda bisa mengenal dan memahami warisan leluhur bahwa kebudayaan moyang kita sungguh luar biasa," ujarnya. (ren)