JATIMPOS.CO/BOJONEGORO — Semasa kecil, teras rumahnya menjadi arena adu strategi. Ayah dan kakaknya bertarung di atas papan catur, sedangkan ia menjadi penonton setia. Kenangan itulah yang melekat di ingatan Revita Khoirisalma, atlet Bojonegoro yang menorehkan banyak prestasi. Pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025, ia meraih dua medali sekaligus.
“Awalnya cuma lihat, tapi lama-lama penasaran. Akhirnya coba main sendiri,” tutur Revita, bercerita tentang awal mula menekuni catur.
Menurutnya, lomba pertama diikutinya pada 2014—sebuah kebetulan. Satu lomba catur di Bojonegoro semestinya diikuti kakaknya. Namun Revita, yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), bersikeras ikut. Karena belum ada kategori TK, ia dimasukkan ke kategori kelas 1–3 SD dan mengejutkan banyak orang dengan meraih juara 2.
Momen itu membuatnya kian serius. Usai ajang tersebut, Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) Bojonegoro mendatanginya di Dusun Tlumbung, Desa/Kecamatan Sumberrejo, menawarkan bergabung di tim. Revita kecil pun memulai sesi latihan—ratusan jam ditempa. Setiap pekan ia hadir di sekretariat Percasi Bojonegoro; di luar itu, ia menambah porsi bersama pelatih luar hingga tujuh jam dalam satu sesi.
“Kadang, satu langkah bisa dipikirkan lima menit lebih. Kalau salah, semua strategi berantakan,” ucapnya, menatap papan seakan mengulang partai yang pernah ia mainkan.
Menu latihannya mencakup simulasi pertandingan, analisis partai lawan, hingga sparing dengan pemain berlevel jauh di atasnya—semuanya untuk melatih mental agar tak gentar.
“Kalau ketemu lawan kuat, justru itu kesempatan belajar. Rasanya seperti naik gunung, capek, tapi pemandangannya indah di puncak,” ujarnya.
Menjelang Porprov Jatim 2025 (28 Juni–5 Juli 2025), Bojonegoro memberi dukungan penuh: puslatkab, fasilitas makan, akomodasi, dan pelatih. Selama tiga bulan, hidupnya nyaris berkutat antara papan catur, catatan strategi, dan jam istirahat yang minim. Porprov menjadi ujian mental dan fisik: ia tampil di tiga nomor—cepat, kilat, dan klasik—dengan total sekitar 19 pertandingan.
“Waktu itu badan rasanya nggak fit, kepala berat, tapi saya nggak mau menyerah. Satu demi satu langkah saya jalani,” katanya pelan.
Akhirnya, dua medali berhasil ia bawa pulang. Baginya, itu bukan sekadar prestasi, melainkan buah dari kerja keras, disiplin, dan doa yang tak putus.
Kini, meski berstatus mahasiswa baru di Universitas Negeri Surabaya, Revita tetap menjadi atlet Bojonegoro. Harapannya sederhana namun bermakna: terus berkembang dan membawa nama Bojonegoro ke panggung nasional bahkan internasional.
“Catur mengajarkan saya bahwa hidup itu penuh pilihan. Satu langkah yang tepat bisa mengubah segalanya,” tutupnya. [Nar]