JATIMPOS.CO/KOTA BATU - Seorang oknum wartawan berinisial YLA (40), warga Malang, dan oknum aktivis berinisial FDY (51), petugas P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kota Batu, ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan pemerasan terhadap pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kota Batu.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap dua santri di salah satu pondok pesantren, yang pertama kali mencuat pada September 2024, namun baru dilaporkan secara resmi ke Polres Batu pada 22 Januari 2025.

Hal ini disampaikan langsung oleh Kapolres Kota Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, dalam konferensi pers di halaman Mapolres Kota Batu, Selasa (18/2/2025).

Kapolres Kota Batu mengungkapkan bahwa selama proses penyelidikan kasus pencabulan tersebut, muncul aksi pemerasan yang dilakukan oleh dua tersangka.

“Rupanya ada sejumlah oknum yang memanfaatkan kasus ini untuk melakukan pemerasan, mereka meminta uang kepada pihak ponpes sebagai upaya menutup kasus tersebut,” terahg AKBP Andi.

Berdasarkan hasil penyelidikan, pemerasan ini terjadi dalam dua tahap yaitu pertemuan pertama – Para tersangka menginisiasi mediasi dengan pihak ponpes di sebuah kafe di Kota Batu, di mana mereka meminta Rp 40 juta untuk "mengamankan" kasus.

"Dalam pertemuan ini tersangka meminta uang 40 juta untuk mengamankan kasus" lanjut AKBP Andi.

"Rincian pembagian uang tersebut menurut keterangan tersangka adalah Rp3 juta untuk FDY, Rp15 juta untuk honor pengacara F, dan Rp22 juta untuk YLA," imbuhnya.

Kapolres menjelaskan bahwa komunikasi antara tersangka dan pihak ponpes masih berlanjut. Pada 8 Februari 2025, tersangka kembali menghubungi pihak ponpes dan meminta uang sebesar Rp 340 juta.

"Rupanya tidak berhenti di situ, komunikasi antara tersangka dan pihak ponpes terus berlanjut, sehingga pada 8 Februari 2025, tersangka kembali menghubungi pihak ponpes dengan permintaan lebih besar, Rp 340 juta" ungkapnya.

Kapolres menambahkan bahwa dana tersebut diminta dalam dua tahap pembayaran, yakni Rp 150 juta untuk tahap pertama, sementara sisanya harus dibayarkan dalam waktu lima hari berikutnya.

"Dana tersebut diminta dalam dua termin pembayaran, yaitu Rp150 juta pada tahap pertama dan sisanya dalam lima hari berikutnya" urainya.

Saat ini, kedua tersangka telah diamankan dan menjalani proses hukum. Mereka dijerat Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara maksimal sembilan tahun.

“Polres Batu berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran hukum, terutama yang berkaitan dengan perlindungan anak dan upaya pemerasan terhadap pihak yang sedang dalam proses hukum,” tegas Kapolres.

Menanggapi kasus ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum wartawan yang terlibat dalam pemerasan.

Ketua AJI Malang, Benny Indo, menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil.

"Apa yang telah masuk ke ranah hukum, saya harap berjalan sesuai aturan yang berlaku. Berikan hukuman seadil-adilnya," kata Benny.

Pernyataan ini juga didukung oleh Ketua PWI Malang Raya, Cahyono, yang menegaskan bahwa tindak pidana pemerasan tidak berkaitan dengan kebebasan pers, melainkan merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas.

"Dan jika terbukti melakukan tindak pidana pemerasan itu sudah kewengan Aparat penegak hukum untuk memproses hukum dan ditindak tegas sesuai Undang-undang yang berlaku" pungkasnya.(Yon)