JATIMPOS.CO/SAMPANG - Puluhan warga Desa Ragung Kecamatan Pangarengan Kabupaten Sampang, ngeluruk Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sampang, Jalan Bahagia No.10A Kelurahan Rong Tengah Kecamatan - Kabupaten Sampang, Senin (10/1/2022).

Kedatangan warga tersebut bukan aksi protes atau demo, melainkan mengadukan terjadinya dugaan kuat pungutan liar (Pungli) Program  Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dilakukan oknum perangkat Desa Ragung.

Puluhan warga Ragung tersebut akhirnya ditemui Ketua PWI Sampang, Fathor Rahman, Sekretaris PWI Sampang Hanggara Pratama dan Bendahara PWI Sampang, Dul Kodir, dan segenap Anggota PWI Sampang. Pelapor ke pihak berwajib Polres Sampang, Moh. Rosidi menceritakan kronologis dugaan pungli yang dimaksud, tidak hanya dirinya jadi korban, tapi diyakini ratusan warga desa menjadi korban pungli PTSL yang  seharusnya gratis.

Sesuai bukti laporan ke Aparat Penegak Hukum (APH), terlapor merupakan oknum Kepala Dusun (Kadus) setempat bernama Tohari, dimana waktu dan pelaporan sama pada tanggal (10/11/2021) lalu ke Polres Sampang.

Padahal, diketahui bersama, dalam program tersebut, pemerintah tidak memungut biaya sepeserpun lantaran ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Selain tujuannya meringankan beban masyarakat, program itu untuk menuntut masyarakat taat administrasi dan membantu warga berwirausaha karena sertifikat tanah dapat digadaikan ke Bank dan lain sebagainya.

Dalam penjelasannya, Moh Rosidi mengatakan bahwa terlapor (T) telah memungut biaya pembuatan sertifikat kepada warga sebesar Rp 500 ribu per titik petak tanah.

Untuk itu, maksud kedatangan ke Kantor PWI Sampang, berharap adanya pengawalan dari PWI Sampang, sehingga pula Polres Sampang berkerja lebih serius dan profesional agar pula supremasi hukum di tegakkan, harapnya.

Rosidi mengaku memiliki empat titik sebidang tanah yang harus membayar Rp 2 juta untuk membuat sertifikat.

Akan tetapi, pria yang kesehariannya berprofesi sebagai petani ikan di tambak itu hanya membayar separuhnya, mengingat kondisi perekonomian rendah, terlebih di tegah pandemi Covid-19. Namun setelah pihaknya mendapat informasi, PTSL itu gratis, spontan melaporkan ke APH.

"Itupun uang yang dibayarkan merupakan hasil hutang, dan separuhnya sempat ditagih oleh pihak yang bersangkutan, dan saya masih menjajikannya," ujarnya.

"Tidak hanya saya yang dimintai uang, warga lainnya pun juga dipungut dengan nominal harga yang sama," imbuhnya.

Ia menambahkan, alasan terlapor saat memungut uang sebagai biaya administrasi, seperti biaya matrai, biaya pengukuran petugas dari BPn dan sebagainya.

Serta terlapor mengiming-imingi warga dapat menyelesaikan sertifikat hanya kurun waktu sebulan atau pada akhir 2021 rampung, namun nyatanya hingga saat ini juga belum jelas" terangnya.

"Terbaru ancaman dilakukan kepada warga yang akan memenuhi panggilan polisi sebagai saksi, tapi mereka tidak menanggapinya," ucapnya.

Dirinya sempat kecewa kinerja Kepolisian Resort Sampang, sebab penanganan kasus terkesan lamban sehingga lebih dua bulan pelaporan berlalu tapi belum ada kejelasan.

Dan khirnya mendapatkan kabar jika pihak kepolisian sudah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi.

"Sebelumnya, pihak kami sebagai pelapor ada 20 orang yang dipanggil, namun 4 diantaranya tidak memenuhi panggilan polisi, jadi 16 orang hadir dan salah satunya terlapor," tuturnya.

Terpisah, Kapolres Sampang AKBP Arman, SH.,SIK melalui Kasi Humas Polres Sampang, Iptu Sunarno belum bisa dimintai keterangan atas laporan dugaan pungli program PTSL di Desa Ragung karena tidak ada tanggapan saat dihubungi melalui handphone selulernya.

Bahkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga Kepala Desa Ragung Kecamatan Pangarengan tidak bisa ditemui maupun dikonfirmasi melalui telepon selulernya. (dir)