JATIMPOS.CO / TULUNGAGUNG Pemerintah Kabupaten Tulungagung bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menyepakati pengaturan ketat penggunaan sound system besar atau yang dikenal dengan “sound horeg”, melalui Rapat Koordinasi (Rakor) yang digelar di Ruang Pringgitan Pendapa Kongas Arum Kusumaning Bongso, Kamis (24/07/2025).

Rakor tersebut merupakan tindak lanjut atas Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025 tentang penggunaan sound system. Hadir dalam rakor itu unsur Polres, Kodim, Satpol PP, MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kepala desa, hingga organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.

Wakil Bupati Tulungagung, H. Ahmad Baharudin, menyatakan bahwa Pemkab tidak melarang kegiatan masyarakat, namun penggunaannya harus mengikuti aturan yang berlaku.

“Dengan adanya edaran dari MUI Jawa Timur tentang fatwa sound horeg, kita pemerintah Tulungagung menindaklanjuti fatwa tersebut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Tulungagung”, ujarnya.

“Kegiatan - kegiatan masyarakat tetap boleh namun harus sesuai dengan aturan”, imbuhnya.

Sementara itu, Kapolres Tulungagung AKBP Muhammad Taat Resdi menyampaikan apresiasi atas cepatnya respons Pemkab dalam merespons keresahan warga. Ia menyoroti pentingnya pedoman teknis yang tegas dan terukur.

“Ini harus kita apresiasi karena Pemkab Tulungagung menjadi salah satu dari sedikit Pemkab kota di Jawa Timur yang sudah mengeluarkan surat edaran bahkan cukup cepat”, ujarnya.

“Surat Edaran nomor 300.1.1/1200/42.02/2024 tertanggal 2 Agustus 2024 hampir setahun yang lalu dan itu cukup detail memberikan batasan terkait dengan penggunaan sound sistem”, sambungnya.

Dalam rakor itu, selain hasilnya adalah memberikan dukungan agar surat edaran itu tetap diberlakukan dalam mensikapi isu sound horeg juga memberikan beberapa perlengkapan.

“Sebagi contoh di dalam surat edaran tanggal 2 Agustus 2024 itu hanya mengatur desibel 60, kemudian bagaimana kemudian pelaksanaan konser pengajian kemudian sholawatan dan lain sebagainya. Tadi sudah disepakati untuk kegiatan yang sifatnya statis itu seperti pertunjukan musik kemudian konser dan lain sebagainya desibelnya maksimal 125 desibel, di situ sedangkan untuk yang kegiatan secara mobil pawai itu intensitas maksimal 80 disebel, ini dari pembetulan atau penyesuaian dari surat edaran yang sudah ada sebelumnya”, terang Kapolres.

“Kemudian untuk yang pawai batas penggunaan dayanya power maksimal 10.000 watt per kendaraan sedangkan untuk yang statis itu maksimal 80.000 watt”, lanjutnya.

Selaint itu, waktu penggunaan pengeras suara dibatasi hingga pukul 24.00 WIB, kecuali untuk pertunjukan wayang kulit yang diperbolehkan berlangsung sampai pukul 04.00 WIB.

“Kemudian tadi juga disepakati ini sudah diatur dalam surat edaran tidak boleh melanggar norma atau etika mengandung unsur sara, porno aksi maupun ujaran kebencian kemudian untuk penggunaan pengeras suara yang membawa mobile tidak lebih dari 8 subwoofer perkendaraan”, kata AKBP Taat.

Dimensi pengeras suara atau sound system tidak melebihi dimensi kendaraan atau mobil pengangkut “Tidak boleh terlalu tinggi tidak boleh terlalu lebar ataupun panjang ke belakang jadi harus sesuai dengan dimensi kendaraan pengangkut jalur pawai juga harus disepakati oleh warga masyarakat dan diketahui oleh lurah atau kepala desa”, sambungnya.

Kapolres menegaskan, pelanggaran terhadap aturan akan dikenai sanksi hukum. Penyelenggara yang melanggar dapat dikenakan pembubaran kegiatan dan proses hukum sesuai undang-undang.

“Jadi rapat koordinasi ini memberikan batasan teknis lebih jelas tentang penyelenggaraan kegiatan yang sifatnya menggunakan pengeras suara, apakah kemudian akan ada perubahan itu tentu nanti menunggu perkembangan lebih lanjut, tetapi kesepakatan inilah yang kemudian akan kami pedomani bagi penegak hukum khususnya kami Polres Tulungagung dalam memberikan perizinan maupun pengawasan terhadap kegiatan masyarakat” jelas AKBP Taat.

Wakil Ketua MUI Tulungagung, KH M. Fathurrouf Syafi’i, menegaskan bahwa penggunaan sound system secara berlebihan, yang menyebabkan kerusakan atau mendorong perilaku tak pantas, hukumnya haram.

“Sound system yang wajar dan sesuai aturan itu halal. tetapi kalau sudah menimbulkan kerusakan, misalnya kaca pecah, rumah retak, apalagi ada tarian yang tidak pantas, itu jelas haram”, ungkapnya.

Ia juga memuji langkah Pemkab dan Polres Tulungagung dalam menyikapi isu ini dengan cepat dan tegas.

“Kami apresiasi Pemkab dan Polres Tulungagung. Ini langkah yang tepat dan sejalan dengan semangat menjaga ketentraman masyarakat”, ujarnya.

Dengan penyesuaian aturan yang lebih rinci, Pemkab Tulungagung berharap masyarakat bisa tetap menikmati hiburan, namun tidak sampai mengganggu lingkungan sekitar. (San)