JATIMPOS.CO/PAMEKASAN - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat melakukan penutupan tempat-tempat karaoke di wilayah Bumi Gerbang Salam, Kamis, (18/08/2022).

Penutupan tempat-tempat karaoke tersebut dilakukan dengan cara menempelkan stiker dengan tulisan "DITUTUP" di pintu masuk ruangannya.

Penempelan stiker dilakukan secara bergiliran. Mulai dari King Ivans di Jalan Ronggosukowati Kolpajung Pamekasan, Moga Jaya di Jalan Ronggosukowati Kolpajung Pamekasan, Almahera di Kecamatan Pademawu, dan Putri di Jalan Raya Trunojoyo, Pamekasan.

Pantauan di lokasi, penutupan tempat karaoke ini karena alasan tidak berizin. Saat penemelan stiker tampak diikuti Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPMPTSP Naker, Supriyanto dan Kepala Disparpora Pamekasan Kusairi, serta TNI-POLRI.

Kepala Satpol-PP dan Damkar Pamekasan, Syaiful Amin mengatakan, bahwa tempat-tempat karaoke yang ditutup dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggaraan karaoke.

"Untuk saat ini penyelenggaraan karaoke yang tertutup itu masih belum bisa," ujar Kasatpol-PP Pamekasan, Syaiful Amin usai menutup tempat karaoke.

Menurut Amin sapaan akrabnya, penutupan tempat-tempat karaoke tersebut dilakukan di empat titik. Meliputi King Ivans, Moga Jaya, Almahera dan Putri.

"Kalau yang putri itu karena gabung dengan hotel mungkin nanti kita bantu mengenai izinnya saja. Itu kalau di Perda karena bagian dari fasilitas hotel itu boleh, hanya saja nanti kita bantu perizinannya," papar Amin.

Kata dia, tempat karaoke yang ditutup tersebut boleh beroperasi apabila telah mendapatkan izin dari pemerintah daerah.

"Sampai mereka menyelesaikan perizinannya. Tapi kalau sudah berizin mereka boleh beroperasi," tegasnya.

Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Pamekasan, Ali Masykur mengaku, bahwa dirinya sering mendapat keluhan dari masyarakat mengenai adanya tempat-tempat karaoke.

Kata dia, jika berpedoman terhadap Perda, maka tempat-tempat karaoke tersebut sudah melanggar regulasi. Namun, dalam peraturan bupati hal tersebut diperbolehkan.

"Walaupun ada perbedaan begitu di perda trantibum itu nomor 3 tahun 2019 bahwa ini melanggar ketertiban umum ketentraman masyarakat. Karena kita bergerak ini juga atas laporan masyarakat. Masyarakat merasa resah," pungkasnya. (did)