JATIMPOS.CO/KABUPATEN MOJOKERTO - Penanganan perkara dugaan korupsi Bantuan Keuangan (BK) Desa Sadartengah dari Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) tahun 2022 terus berlanjut oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Pada Agustus 2024, Korp Adhyaksa atau Kejaksaan akan mulai memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan.

"Bulan Agustus 2024, pihaknya akan meminta keterangan dari terlapor dalam perkara ini. Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) akan dipanggil terlebih dahulu," ujar Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Mojokerto, M. Rizky Raditya Eka Putra, saat ditemui Jatimpos.co di ruang kerjanya, Rabu (31/7/2024) pagi.

Rizky menjelaskan bahwa dugaan korupsi dana BK Desa Sadartengah tahun 2022 ini merupakan laporan dari LKH Barracuda Indonesia, yang disampaikan oleh Hadi Purwanto, SH. "Laporan dari LKH Barracuda terkait dugaan korupsi BK Desa Sadartengah P-APBD 2022 telah selesai pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dan sudah naik ke tahap penyelidikan," jelas Rizky.

Lebih lanjut, Rizky menyebutkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Inspektorat Kabupaten Mojokerto dalam menangani perkara ini. "Kami berkoordinasi dengan Inspektorat, apakah BK Desa P-APBD Sadartengah sudah dilakukan pemeriksaan rutin atau belum," ucap Rizky.

Ketika dikonfirmasi mengenai MoU antara Kejaksaan dengan Pemkab Mojokerto, Rizky seorang Jaksa yang pernah bertugas di Kejari Lumajang ini menegaskan bahwa tidak ada MoU khusus. Namun, ada SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga lembaga negara antara Kejaksaan Agung RI, Mabes Polri, dan Kementerian Desa untuk melakukan pembinaan kepada Kepala Desa.

Sementara itu, Ketua LKH Barracuda Indonesia, Hadi Purwanto, ST, sebagai pelapor, mengapresiasi kinerja Pidsus Kejari Mojokerto dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi BK Desa Sadartengah tahun 2022. "Semoga dalam waktu yang tidak lama, tim Pidsus bisa mengungkap kasus korupsi di Desa Sadartengah ini secara terang benderang," ujarnya.

Lanjut dikatakan Hadi Purwanto, Dalam UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dlam UU no. 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, “ bahwa dalam UU 20 tahun 2021 Itu ditegaskan, tindak pidana korupsi adalah merugikan perekonomian negara, menghambat pembangunan Nasional. Sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” imbuhnya

Hadi Purwanto menambahkan bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Oleh karena itu, pemberantasannya dilakukan secara luar biasa. "Dalam UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20 tahun 2021, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana pelaku tindak pidana. Jadi, masyarakat dan aparat penegak hukum harus bersama-sama melakukan pengawasan," tandasnya. (din)