JATIMPOS.CO/SURABAYA — Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan atas Perda Jatim Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Nota penjelasan disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (22/9/2025).
Menurut Khofifah, penyusunan perubahan ini dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus menindaklanjuti hasil evaluasi Kementerian Keuangan sebagaimana mandat UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
“Evaluasi tersebut bertujuan untuk menguji kesesuaian antara Perda dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional,” ujar Khofifah.
“Pemenuhan Pemerintah Daerah terhadap hal tersebut wajib dilakukan, dan jika tidak maka berdampak pemerintah daerah dapat dikenai sanksi berupa penundaan atau pemotongan DAU/DBH, yang akan berdampak pada kapasitas fiskal daerah yang saat ini dikelola,” imbuhnya.
Pemprov mengusulkan beberapa penyesuaian, di antaranya penghapusan Pajak Alat Berat (PAB) dari jenis pajak provinsi. Dasarnya, potensi PAB dinilai “kurang memadai” sehingga biaya pemungutan tidak sebanding dengan hasilnya.
“Data menunjukkan bahwa berdasarkan hasil kegiatan pendataan Objek PAB tahun 2025 yang terdaftar di wilayah Provinsi Jatim, dengan kriteria tahun buat di atas 2023 adalah sebanyak 244 objek Alat Berat baru, dengan Potensi PAB hanya sebesar Rp7,11 juta,” jelas Khofifah.
Definisi “Perangkat Daerah” juga diperjelas agar hanya dimaknai perangkat di lingkungan Pemerintah Provinsi—menghindari multitafsir dengan kabupaten/kota.
Selain itu, masa/tahun pajak diseragamkan menjadi “masa pajak” untuk pajak-pajak provinsi; ketentuan kedaluwarsa penuntutan tindak pidana perpajakan ditegaskan dihitung sejak pajak terutang atau masa pajak berakhir; serta frasa “Pajak MBLB” di Pasal 119 dihapus karena kewenangan provinsi adalah opsen Pajak MBLB.
Penyesuaian retribusi merupakan tindak lanjut evaluasi Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu dan PP 35/2023 tentang Kebijakan Umum PDRD. Antara lain: penataan kembali objek dan tarif layanan UPT Laboratorium Herbal Materia Medica Batu; penghapusan objek retribusi layanan administrasi tertentu di RSUD Mohammad Noer Pamekasan; serta penyesuaian struktur–tarif perizinan pertambangan rakyat sesuai keputusan Menteri ESDM terbaru.
Pemprov juga memperjelas pengecualian objek Retribusi Jasa Umum/Jasa Usaha—retribusi hanya dipungut atas layanan, tempat, atau aset yang memang khusus disediakan/diberikan Pemprov. Di sisi lain, terdapat penerapan tarif pada 23 BLUD baru (SMK) yang akan diatur dalam lampiran perubahan.
Untuk optimalisasi penerimaan, sejumlah objek retribusi baru ditambahkan dan dirinci dalam lampiran—antara lain retribusi pelayanan kesehatan (Dinkes dan 14 RS), pelelangan ikan/ternak/hasil bumi, penginapan/villa di 16 perangkat daerah, parkir khusus (6 perangkat daerah), jasa kepelabuhanan (Dishub dan DKP), tempat rekreasi–pariwisata–olahraga (10 perangkat daerah), penyeberangan air, penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah (13 perangkat daerah), serta pemanfaatan aset daerah (29 perangkat daerah). Pemprov memproyeksikan tambahan penerimaan retribusi yang signifikan dari perluasan objek tersebut.
“Penambahan beberapa objek Retribusi Daerah baru tersebut, diproyeksikan memberikan tambahan penerimaan PAD bagi Pemprov Jatim secara signifikan dari Sektor Retribusi Daerah. Hal tersebut melengkapi penerimaan dari hasil pengelolaan BLUD yang pada Perda PDRD, telah dicatat sebagai penerimaan sektor retribusi daerah melalui retribusi pelayanan kesehatan,” jelas Khofifah.
“Dengan demikian, maka perubahan atas Perda PDRD yang sedang disusun saat ini, bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah; memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha; dan mendukung upaya percepatan pembangunan daerah melalui peningkatan PAD yang berkelanjutan,” pungkas Khofifah.(zen)