JATIMPOS.CO/SURABAYA — Fraksi PKB DPRD Jawa Timur menilai rancangan APBD (R-APBD) 2026 berseberangan dengan arah kebijakan dalam RPJMD 2025–2029 dan tema RKPD 2026.

Pandangan itu disampaikan juru bicara F-PKB, Abdullah Muhdi, M.H., saat membacakan pemandangan umum fraksi atas nota keuangan Gubernur pada rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Senin (29/9/2025).

Muhdi mengingatkan, RPJMD 2025–2029 berada dalam tahap pertama RPJPD 2025–2045 bertema Penguatan Pondasi Transformasi Jawa Timur, sementara RKPD 2026 mengusung tema “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif melalui Pembangunan Wilayah Strategis dan Peningkatan Produktivitas.”

“Namun, Fraksi PKB menemukan kontradiksi yang tajam dan fundamental antara dokumen perencanaan tersebut dengan postur anggaran yang direncanakan. Temuan Badan Anggaran pun mengkonfirmasi kekhawatiran kami,” jelas Muhdi.

Ia menyoroti komposisi Belanja Operasi yang mencapai 76% dari total belanja dan dinilai terlalu besar dan tidak sehat. Selain itu, Belanja Pegawai disebut berada di 31% dari total belanja, melebihi batas maksimum 30% sebagaimana amanat UU HKPD.

“Porsi ini secara terang-terangan mengunci ruang fiskal daerah untuk biaya aparatur, bukan untuk program pembangunan yang langsung dirasakan masyarakat,” tegas Muhdi.

“Selisih 1% pada belanja pegawai ini setara dengan Rp287 miliar, angka yang akan sangat bermanfaat jika dibelanjakan untuk pembangunan yang dirasakan langsung masyarakat,” imbuhnya.

F-PKB juga meminta penelaahan ketat atas Belanja Barang dan Jasa yang tercatat 31,4% karena dinilai mengindikasikan dominasi biaya overhead/operasional yang semestinya bisa dirasionalisasi untuk dialihkan menjadi Belanja Modal.

Lebih lanjut, menurut Muhdi Belanja Modal dalam R-APBD 2026 turun 40% dibandingkan P-APBD 2025 dan hanya 5,9% dari total belanja—jauh di bawah kisaran ideal 20–30% bagi provinsi yang ingin mengejar kemajuan.

“Dengan komposisi belanja yang timpang (Belanja Operasi mendominasi hingga 76% sementara Belanja Modal untuk investasi publik hanya sekitar 5,9%), target alokasi minimal 40% belanja untuk infrastruktur publik mustahil tercapai pada tahun 2027,” tegasnya.

Fraksi juga menilai alokasi untuk Jalan, Jaringan, dan Irigasi yang hanya Rp44,7 miliar tidak rasional jika dikaitkan dengan misi penguatan konektivitas infrastruktur (Misi ke-3 RPJMD).

Atas dasar itu, F-PKB mempertanyakan komitmen Pemprov terhadap RPJMD yang merupakan janji politik kepala daerah. Fraksi mendesak pergeseran anggaran secara fundamental dari kegiatan seremonial dan belanja rutin menuju belanja modal produktif.

Lebih jauh, F-PKB menggarisbawahi pentingnya keselarasan RPJMD–RKPD–RAPBD dan program prioritas pemerintah pusat, serta peneguhan prinsip money follow program—bahwa anggaran mengikuti prioritas program, bukan struktur organisasi.

“Di pesantren, ini disebut sebagai: tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah: setiap kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus senantiasa berorientasi pada kemaslahatan,” ujarnya.

“Dengan demikian, penyusunan RAPBD 2026 semestinya diarahkan untuk menjawab kebutuhan prioritas masyarakat, bukan hanya mempertahankan belanja rutin birokrasi,” pungkasnya. (zen)