JATIMPOS.CO/SURABAYA – Komisi B DPRD Jawa Timur menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan organisasi petani garam asal Madura pada Rabu (19/2).
Pertemuan ini membahas sejumlah isu strategis terkait industri garam lokal, mulai dari upaya peningkatan produksi hingga pengendalian impor garam yang dinilai merugikan petani lokal.
Abdul Qodir, anggota Komisi B DPRD Jatim, menyampaikan bahwa rapat ini dilakukan sebagai respons atas surat permohonan audiensi dari petani garam.
“Hari ini kita menerima surat permohonan audisi dari organisasi petani garam di Madura, yang kaitannya dengan upaya peningkatan produksi garam lokal,” ujarnya.
Selain peningkatan produksi, pertemuan ini juga menyoroti pentingnya mengurangi ketergantungan pada garam impor.
“Kami berkomitmen untuk mengurangi impor garam, sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan beberapa kementerian teknis sebelumnya,” tambahnya.
Salah satu tuntutan utama yang disampaikan petani garam dalam audiensi ini adalah penetapan harga acuan untuk komoditas garam.
“Harga tertinggi dan harga terendah untuk garam perlu ditetapkan karena komoditas ini merupakan bagian dari penguatan pangan. Saat ini, garam belum memiliki regulasi harga seperti komoditas strategis lainnya,” jelas Abdul Qodir.
Lebih lanjut, Komisi B juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengendalian Garam di Jawa Timur yang hingga kini masih tertunda.
“Karna perda yang kaitanya dengan perlingdungan dan pengendalian garam ini kan terus tertunda, maka kami berkomitmen bahwa tahun 2025 ini Perda ini harus kita selesaikan,” tegasnya.
Dalam hearing tersebut, Komisi B juga menyerukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengambil langkah konkret dalam menghentikan impor garam.
“Kami mengajak Pemprov Jatim untuk memulai langkah komitmen ini. Jika tidak diawali dari sekarang, maka penghentian impor garam di tahun 2025 tidak akan terlaksana,” ungkap Abdul Qodir.
Ia juga menegaskan bahwa Jawa Timur harus menjadi pelopor dalam upaya ini dengan terlebih dahulu melakukan verifikasi dan identifikasi produksi garam lokal serta kebutuhan industri.
“Langkah awalnya melakukan verifikasi, identifikasi, menghitung terhadap berapa produksi garam lokal kita dan berapa kebutuhan industri konsumsi garam kita, kemudian kita lakukan penyetopan, kita awali dari Jawa Timur untuk melakukan untuk tidak menerima garam impor,” jelasnya.
Abdul Qodir menekankan pentingnya memprioritaskan garam hasil produksi petani lokal sebagai bentuk keberpihakan terhadap ekonomi daerah.
“Minimal kalau kita punya komitmen yang kuat, insyaallah kebutuhan garam di Jawa Timur dapat terpenuhi,” pungkasnya.(zen)