JATIMPOS.CO/SURABAYA - RPH Banjar Sugihan akan menjadi pusat pemotongan hewan babi di Surabaya, menggantikan fasilitas lama di Pegirian yang beroperasi sejak zaman Belanda. Proses pemindahan ini merupakan bagian dari upaya modernisasi dan sentralisasi layanan pemotongan hewan di Surabaya Barat.
Komisi B DPRD Surabaya melakukan Inpeksi Mendadak (sidak) ke RPH Babi di Jl. Rolak Madya no. 121 Kelurahan Banjar Sugihan, Kecamatan Tandes, Surabaya pada hari Senin, (20/01/2025). Tujuan sidak dewan kali ini sebagai upaya yang pertama, memberi masukan dan monitoring proses pemotongan daging, menjaga kebersihan, dan meminimalkan dampak lingkungan. Yang kedua, memastikan standar mutu dan pendistribusian daging karena pemotongan hanya boleh dilakukan di RPH Babi Banjar Sugihan.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Muhammad Faridz, menjelaskan latar belakang sidak ke Rumah Potong Hewan (RPH) Banjar Sugihan, setelah perubahan statusnya dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroda.
“Sidak ini bertujuan memantau perkembangan fasilitas pemotongan babi, termasuk inventarisasi aset dari RPH Pegirian, yang direncanakan pindah ke lokasi barunya di Surabaya Barat. Komisi B juga merencanakan sidak ke RPU di Lakarsantri dan tambak Osowilangun untuk RPH sapi”, kata Faridz kepada pers seusai sidak di Banjar Sugihan (20/01/2025).
Menurut pantauan Faridz, fasilitas pemotongan di Banjar Sugihan yang memotong 300 ekor perharinya. dinilai sudah cukup baik dan modern, meski ada beberapa perbaikan diperlukan, seperti pengolahan limbah (IPAL) dan akses jalan yang lebih memadai.
“Pentingnya pemusatan pemotongan babi hanya di RPH ini untuk memudahkan pengawasan distribusi dan kebersihan daging hingga ke tangan konsumen. Saat ini, RPH Banjar Sugihan memotong sekitar 305 babi per hari, Komisi B ingin memastikan kesanggupan RPH menangani lonjakan pemotongan hingga dua kali lipat menjelang Imlek", terang Faridz.
Sementara itu, Anggota Komisi B, Budi Leksono, mengingatkan pengelolaan IPAL di RPH Banjar Sugihan harus optimal untuk mencegah dampak lingkungan yang merugikan warga. Ia menegaskan agar pengelolaan limbah babi tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Fasilitas IPAL di Banjar Sugihan ini dinilai sudah memadai, tetapi tetap perlu perhatian lebih untuk memastikan hasil akhir limbah berkategori aman dan bermanfaat”, kata Bulek, panggilan akrab Budi Leksono.
Dari sisi operasional, Bulek meminta jaminan direksi RPH terkait pengelolaan limbah yang baik agar tidak sampai menimbulkan permasalahan sosial di kemudian hari.
Bulek juga menginginkan Transformasi RPH menjadi Perseroda dapat membawa dampak positif, menjadi model pengelolaan rumah potong hewan yang profesional dan ramah lingkungan.
Dengan status baru ini, layanan RPH tidak hanya ditingkatkan dari sisi teknis, tetapi juga dioptimalkan untuk memberikan keuntungan bagi kota Surabaya.
Menindaklanjuti masukan dewan, Direktur Utama RPH Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho, menyampaikan bahwa pihaknya terus berbenah, dirinya juga mengajak Komisi B meninjau progres pembangunan RPU unggas di Lakarsantri dan persiapan RPH sapi di Osowilangun.
“Seperti yang dewan lihat faktanya di lapangan, kami berani memastikan pengelolaan limbah sesuai standar agar tidak mencemari lingkungan, serta mendukung keberlanjutan dengan hasil akhir limbah yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian”, kata Fajar.
Fajar memastikan kesiapan pihaknya dalam memenuhi kebutuhan pemotongan, terutama menjelang momen penting seperti Imlek. Ia juga berkomitmen untuk terus menyempurnakan fasilitas dan layanan, meskipun perbaikan fisik bangunan masih terkendala karena belum ada penyerahan aset dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Penetapan RPH sebagai Perseroda diharapkan meningkatkan layanan pemotongan hewan, termasuk sapi, babi, dan kambing, dengan optimalisasi sarana dan pengembangan bisnis yang lebih profesional. Hal ini menjadi langkah signifikan dalam penyediaan layanan potong hewan yang lebih baik bagi warga Surabaya”, tutup Fajar. (fred)