JATIMPOS.CO/PANDAAN- Dalam rangka meningkatkan kapasitas para Jurnalis/Wartawan di Provinsi Jawa Timur terhadap kesiapsiagaan menghadapi Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim melalui Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan gelar Survival Camp bagi para jurnalis.
Kegiatan berupa Sosialisasi Penanggulangan Bencana dengan tema “Jurnalis Tangguh Bencana”, dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat (3 - 4 Oktober) 2024 di K-Gallery Hotel, Desa Durensewu Km 3, Kecamatan Pandaan Kabupaten. Pasuruan.
Kalaksa BPBD Jatim Gatot Soebroto membuka kegiatan dengan didampingi, Plt Kabid PK Dadang Iqwandy, Plt Kabid RR Dhani Aribowo dan Penata PB Ahli Madya Sriyono.
Hadir juga sebagai pemateri; Sosiolog Unair Prof Hotman Siahaan dan Tim Sekber Relawan Penanggulangan Bencana (SRPB) Jatim.
“Saat ini kita memasuki masa pancaroba dari kemarau ke penghujan. Maka perlu memahami dan mempersiapkan potensi ancaman seperti banjir atau angin puting beliung,” ujar Gatot Soebroto.
Terhadap ramalan sebagian pihak termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi megathrust, Gatot mengimbau masyarakat tidak perlu panik meski potensi tersebut ada.
“Perlu digarisbawahi bahwa megathrust itu adalah sebuah potensi, sehingga masyarakat tidak perlu panik. Yang penting adalah menyiapkan diri, mengenali wilayah dan mengetahui jalur evakuasi jika hal tersebut terjadi,” urainya.
Kalaksa BPBD Jatim menyampaikan, selama ini kolaborasi dengan kalangan media, selaku unsur penthahelix dalam penanggulangan bencana, telah terjalin dengan baik.
Karenanya, ia pun menyampaikan apresiasi kepada segenap jurnalis yang tergabung dalam Pokja Grahadi dan Pokja Indrapura atas kolaborasi itu.
Sementara itu Prof.Dr.Hotman Siahaan Sosiolog Unair Surabaya menyoroti peran wartawan dalam penanggulangan bencana. “Fakta ada dua : sosiologis dan psikologis,” ujarnya.
Fakta sosiologis menurut Hotman terjadinya bencana itu. Misalnya tanah longsor, banjir, gunung meletus atau bangunan runtuh. Sedangkan fakta psikologis adalah bagaimana kehidupan masyatakat itu, bagaimana penyebab dan solusinya dengan meminta pendapat pakar atau ahli.
“Wartawan jangan meniru media social yang cuma menyampaikan fakta sosiologis dan bahkan hanya terus menerus menakut-nakuti," ujarnya. "Wartawan perlu mencarikan fakta psikologis yang memberi solusi dan membuat ketenangan kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Prof Hotman juga menyoroti minimnya sosialisasi penanggulangan bencana bagi masyarakat termasuk kalangan pelajar dan mahasiswa. “Unair saja baru semester ini ada kurikulum penanggulangan bencana,” ujarnya.
Termasuk juga di kalangan masyarakat kurang pemahamanan bagaimana menghadapi bencana supaya selamat. “Jika sudah terjadi bencana, bisanya budaya kita cepat bergotong royong seperti memberi bantuan sembako, peralatan tidur, obat-obatan dan lainnya. Bukan memberi solusi bagaimana cara menghadapi ancaman bencana," tambahnya. (nam)